Menghadapi pandemi, tidak banyak yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha di sektor pariwisata yang paling terdampak. Strategi difokuskan pada upaya bertahan (survival) hingga pandemi berakhir .
“Sektor pariwisata di masa pandemi
di era new normal ini masih cukup tertekan. Tapi saya melihat pelaku pariwisata
tidak berputus asa terus berusaha agar kegiatan-kegiatan pariwisata berjalan
dengan baik,” ungkap Wiwiek dalam Bincang Bareng Media dengan wartawan, di
kantor BI Jalan Balai Kota Medan, Selasa (6/10/2020).
Wiwiek
berujar, strategi pemasaran dan memanfaatkan teknologi merupakan cara untuk
bertahan bagi pelaku pariwisata.
Dia menyebutkan, beberapa strategi sektor
usaha penyediaan akomodasi di Sumut, yakni bersama-sama berkontribusi dalam
pengendalian biaya operasional. Kemudian mengadaptasi tekhnologi yang
meminimalkan kontak langsung dengan tamu.
“Pelaku
pariwisata juga menyesuaikan strategi pemasaran dan SOP Operasional dengan Era
New Normal,” ujarnya.
Selain itu, pelaku pariwisata
tentunya harus bertahan dengan mengedepankan CHSE (Clean, Healty, Safety,
Environment) yaitu kebersihan, kesehatan, keamanan, dan lingkungan hidup dalam
tempat-tempat wisata untuk memastikan keamanan wisatawan.
“Program
sosialisasi CHSE dilakukan secara berkala. Khusus Medan, ada di Perwal No.26
Tahun 2020,” kata Wiwiek.
Selanjutnya meninjau
pelaksanaan CHSE di operasional members, dan mendistribusikan Panduan
Pelaksanaan CHSE di Hotel dan Restauran.
Mengutip
Focus Group Discussion (FGD) dengan PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran
Indonesia) dan ASITA (Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia) Sumatera
Utara, Wiwiek menjelaskan terkait aktivitas sektor tour & travel di Sumut.
Disebutkannya, sumber
pendapatan Biro Perjalanan dan Wisata (BPW) atau Tour & Travel berasal dari
penjualan paket wisata Inbound tour, penjualan paket wisata Outbound tour,
penjualan paket wisata Domestic tour, penjualan paket umroh & Holyland
tour.
“Saat ini sudah ada ‘kan yang mendaftar umroh,” ucapnya.
Sumber
pendapatan lainnya juga berasal dari penjualan tiket (domestic &
international), jasa penjualan voucher hotel, dan penyewaan transportasi (rent
car, mini bus, big bus).
Diungkapkannya, dalam
menjalanlan strategi sektor tour & travel di Sumut, para pelaku pariwisata
melakukan saving cost atau penghematan terhadap biaya operasional, yang hanya
dikeluarkan untuk biaya perawatan aset perusahaan kendaraan).
Sedangkan
Dream Now Travel Later/Pay Now Travel Later, hanya dapat melakukan promosi di
saat pandemi dengan harapan jika kondisi pulih wisatawan berminat mengunjungi
kawasan wisata Sumut, termasuk mempromosikan kesiapan CHSE.
Di masa pandemi ini, pelaku pariwisata juga mencoba beralih memulai usaha lain,
umumnya sektor perdagangan. Kemudian melakukan restrukturisasi kredit investasi
di perbankan.
“Dengan kondisi pandemi ini,
pelaku pariwisata merumahkan sebagian besar tenaga kerja dengan perjanjian yang
bersifat kekeluargaa,” kata Wiwiek. [P4/sya]