Massa yang tergabung dalam Forum Pemuda Dewantara (Forpimda) dan elemen masyarakat Pase dan mahasiswa , Senin 7 Oktober 2019 melakukan aksi damai di PIM. (P.4/zky). |
Hal
itu disampaikan Manajer Humas PT PIM, Nasrun menanggapi permintaan masyarakat
lingkungan yang kembali melakukan unjukrasa , Senin (7/10) yang meminta aset PT
Asean Acef Fertilizer (AAF) yang telah dibeli oleh PT PIM untuk
diberikan kepada Forum Pemuda Dewantara (Forpemda).
Massa
yang tergabung dalam Forpimda dan masyarakat sipil Pase menggelar aksi damai di
pintu Utama PT Pupuk Iskandar Muda, Senin 7 Pktober 2019, mareka
menyuarakan sejumlah tuntutan agar PT PIM menghibah
limbah Scrap (besi tua) eks PT AAF kepada Forpemda.
Manajer
Humas PT PIM, Nasrun, mengatakan, pihaknya sudah menjelaskan kepada Forpemda
dalam dua kali pertemuan pada 18 dan 25 September 2019 lalu, bahwa aset ekspabrik
PT AAF dan perumahan baru ditanggung dalam setahun Rp 72 miliar, dengan tujuan
agar lokasi itu (ekspabrik AAF) dapat digunakan untuk pengembangan industri PT
PIM dengan mengundang investor.
"Karena
dalam beberapa tahun ke depan produk pupuk urea sudah tidak ekonomis lagi
diproduksi di PIM. Disebabkan harga baku gas yang tidak kompetitif dan tidak
keekonomian serta rencana dari pemerintah untuk mengalihkan subsidi langsung ke
petani," jelasnya kepada para wartawan usai aksi damai
massa Forpemda di depan Pintu Utama PT PIM Kecamatan Dewantara Aceh Utara.
.
Menurut
Nasrun dengan adanya investor membangun industri di lahan eks-PT AAF yang baru
dibeli PT PIM tersebut, dapat mendukung keberlanjutan PIM ke depan dan
meningkatkan perekonomian masyarakat Aceh khususnya di Kecamatan Dewantara.
Untuk itu, PT PIM tidak mungkin menghibahkan aset yang baru dibeli dengan utang
kepada masyarakat, karena PIM sangat kesulitan dalam memenuhi kewajiban
pembayaran utang.
Dikatakan,
PIM sebagai anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero)
berkewajiban dan bertanggung jawab atas aset yang sudah dimiliki, untuk
digunakan sebagai pengembangan usaha PIM dan dilaporkan secara berkala.
Oleh
karena itu, kata Nasrun, setiap komersialisasi aset eks-AAF harus mendapatkan
izin tertulis dari pemegang saham yaitu PT Pupuk Indonesia (Persero) selaku
perusahaan BUMN. Maka pihaknya sudah mencoba negosiasi dengan perwakilan
Forpemda untuk mengusulkan ide-ide atau rencana apa yang dapat dibantu oleh PT
PIM untuk masyarakat Dewantara. Namun sampai saat ini belum ada usulan yang
disampaikan, kecuali permintaan hibah scrap pabrik eks-PT
AAF sebesar 25 persen.
Dia
menambahkan, walaupun PIM dalam kondisi yang memprihatinkan, namun melalui
program CSR sudah banyak membantu masyarakat lingkungan perusahaan seperti
sektor pendidikan, rumah sederhana, peningkatan ekonomi, rumah ibadah dan
lainnya. Kata Nasrun, pihaknya berharap Forpemda dapat memahami kondisi PT PIM
dan mendukung program keberlanjutan usaha PIM ke depan, sehingga lapangan kerja
terbuka untuk masyarakat Aceh dan khususnya masyarakat di lingkungan
perusahaan. (P.4/zky)