Tekan Inflasi, BUMD Pangan Dibentuk di Sumut

/

/ Kamis, 19 September 2019 / 20.57 WIB
 


Pilarempat.com, Medan | Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan membentuk Badan Usaha Modal Daerah (BUMD) Pangan yang diharapkan mulai operasional tahun 2020 sebagai salah satu upaya menekan inflasi daerah ini.

"Sekarang masih dalam tahap proses perizinan dari DPRD Sumut,"  ujar Musa Rajekshah atau Ijeck, Wakil Gubenur (Wagub) Sumatera Utara didampingi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah Sumatera Utara, Wiwiek Sisto Widayat usai menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) Wilayah Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi se-Sumatera di Lantai IX, gedung BI Jalan Balai Kota, Medan, Rabu (18/9/2019), di Kantor BI Jalan Balai Kota Medan.

Rakor Wilayah TPID se Pulau Sumatera itu  juga diikuti TPID dari provinsi lainnya yang ada di Sumatera, yaitu; Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Bangka Belitung dan Lampung.

Wagub Ijeck menjelaskan BUMD Pangan itu sejenis perusahaan yang fungsinya nanti untuk membeli hasil pertanian, menyimpan sekaligus memasarkannya. Artinya Pemprov bisa terjun langsung ke petani karena selama ini hanya memantau.

"Kalau bisa disetujui oleh DPRD, tahun depan (2010) udah bisa kita berjalan BUMD tersebut, sehingga kita bisa membangkitkan potensi pertanian kita dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani," ungkap Ijeck.

 Harapan ke depan, papar Ijeck, petani sejahtera, harga pasar terkontrol dan masyarakat juga tidak mendapatkan harga yang fluktuasinya naik turun.

Menurut Ijek, Badan Usaha Modal Daerah (BUMD) Pangan itu, nanti didanai oleh APBD kalau ada persetujuan DPRD. Sistemnya nanti BUMD itu langsung ke petani. Konsepnya lagi, BUMD juga membuka lahan pertanian.    
 
Dijelaskanya, ada beberapa hal yang mengakibatkan inflasi di Sumut. Pertama, cabai merah harganya cukup tinggi beberapa hari lalu di atas rata-rata sampai Rp90.000. Itu bukan karena gagal panen dimana curah hujan cukup baik melainkan memang pemasaran hasil sayur mayur Sumut tidak hanya dijual di wilayah Sumut saja namun sampai ke provinsi tetangga di Pulau Sumatera.

 "Ini faktor pasar, dimana harga tinggi di situlah orang berjualan. Akibatnya harga meningkat di pasar lokal, karena permintaan tetap tinggi," terang Ijek.    

Hasil rapat TPID Sumatera tersebut, tambah Ijeck, baik dengan Bank Indonesia maupun pemerintah provinsi Se Sumatera bisa menjadi solusi ke depan terutama bagaimana lintas perdagangan antar provinsi.

Kemudian, seperti apa pembatasannya mengingat apa yang diperdagangkan menyangkut hajat hidup ekonomi masyarakat kita. Jadi nanti regulasi apa yang tepat. Tapi yang terpenting inflasi di daerah selama ini pemantauan kami  memang pemerintah itu peran fungsinya tak sampai ke bawah, tidak sampai kontrol harga  di pasar.

"Untuk itulah dibuat BUMD Pangan agar petani bisa bangkit. Harapannya petani sejahtera, harga terkontrol dan masyarakat bisa menikmati harga yang wajar,” ungkap Ijeck.

Ijeck menambahkan, TPID Se Sumatera mendiskusikan tiga hal yakni pertama upaya- upaya apa yang bisa dilakukan untuk mencoba menurunkan inflasi Sumatera terutama Sumatera Utara yang kembali ke sasarannya dimana sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2019 sebesar 2,5 - 5,5 persen. Kedua kita ingin melihat kegiatan dan instrumen apa yang bisa dilakukan untuk menekan inflasi tersebut.

Menurut dia, komoditi yang sangat rentan terhadap inflasi yakni cabai merah, bawang merah, bawang putih, daging ayam dan telur ayam. Regulasi yang mengatur perdagangan komoditi ini belum ada. Perdagangan antar daerah tidak dilarang karena masih wilayah Indonesia.

"Tapi kita tetap coba sampaikan itu ke daerah lain di Sumatera. Kita harapkan kawan-kawan di daerah lain dan pemerintah untuk sama sama mengaturnya sebagai upaya menekan inflasi. Selain itu, pemantauan harga komoditi terus dilakukan terutama cabai merah. "Kalau harga cabai merah tetap naik maka kita akan lakukan operasi pasar," tegas Ijek. [P4/sya]

Komentar Anda

Berita Terkini