PILAREMPAT.com – Medan :
Jangan kaget dengan karir dan prestasi
luar biasa anak Pematang Siantar ini (Siantar Man). Meskipun pendidikan
formalnya cuma tamatan SD atau HIS (Hollandsch-Inlandsche School) namun karir dan prestasinya melejit tajam. Dari profesi
wartawan, politisi, diplomat sudah dilakoninya, hingga karir puncaknya dipercaya bangsa
Indonesia menjadi Wakil Presiden atau Wakil dari Presiden Soeharto di era Orde
Baru (1978 -1983).
Pria cerdik berpostur kecil ini, dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 dari pasangan Haji
Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis itu, sejak kecil potensi dirinya cukup
cerdas. Ia pun gemar menonton film koboi, membaca, dan fotografi.
Sosoknya merupakan personifikasi utuh
dari kedekatan antara diplomasi dan media massa. Ia pun pernah menjadi Ketua
Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Bersama dengan Soemanang,Sipahutar,Armin
Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna, Adam Malik mempelopori berdirinya
kantor berita Antara tahun 1937.
Kepintarannya dalam mengkolaborasikan
pengalamannya sebagai wartawan dan diplomat akhirnya menghantarkannya menjadi duta
besar. Putera
bangsa berdarah Batak bermarga Batubara ini, juga dikenal sebagai salah satu
pelaku dan pengubah sejarah yang berperan penting dalam proses kemerdekaan
Indonesia hingga proses pengisian kemerdekaan dalam dua rezim pemerintahan
Soekarno dan Soeharto.
Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua,
dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar
nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis di Surat kabar/Koran Pelita
Andalas dan Majalah Partindo.
Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam
gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama
Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan
Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia.
Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia
menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok
pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III
Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan
pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat,
pendiri Partai Murba (1946-1948), dan anggota parlemen.
Akhir tahun 1950-an, atas penunjukan Soekarno, Adam
Malik masuk ke pemerintahan menjadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh
untuk Uni Soviet dan Polandia. Karena kemampuan diplomasinya, Adam Malik
kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk
penyerahan Irian Barat di tahun 1962.
Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang jabatan Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York.
Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang lembaga
tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR.
Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih
menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku
Buwono IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.
Setelah mengabdikandiri demi bangsa dan negaranya, H.Adam
Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian,
isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam
Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan. [P4/BPMBKM/Wikepedia]