(lustrasi/int)
Diceritakan bahwa Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al Hanzhali al Marwazi (lahir tahun 118 H dan wafat di bulan Ramadhan 181 H atau 736 – 797 Masehi), ulama terkenal dan ahli Hadits dari Marwa, Turkmenistan yang menceritakan riwayat ini.
Suatu ketika, setelah selesai menjalani salah satu ritual
haji, ia beristirahat dan tertidur.
Dalam tidurnya, ia bermimpi melihat dua malaikat yang
turun dari langit.
Ia mendengar percakapan mereka :
“Berapa banyak yang datang tahun ini?” tanya malaikat
kepada malaikat lainnya.
“Tujuh ratus ribu,” jawab malaikat lainnya.
“Berapa
banyak mereka yang ibadah hajinya diterima?”
“Tidak
satupun”
Percakapan ini membuat Abdullah gemetar.
“Apa?” ia menangis dalam mimpinya. “Semua orang-orang ini
telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan
keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas,
dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?”
Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar cerita kedua
malaikat itu.
“Namun ada seseorang, meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya
diterima dan seluruh dosanya telah diampuni. Berkat dia, seluruh haji mereka
diterima oleh Allah.”
“Kok bisa?”
“Itu Kehendak ALLAH”
“Siapa orang tersebut?”
“Sa’id bin Muhafah
tukang sol sepatu di kota Damsyiq (Damaskus sekarang)”
Mendengar ucapan itu, ulama itu langsung terbangun.
Sepulang haji, ia tidak langsung pulang ke rumah, tapi
menuju kota Damsyiq, Siria.
Sampai disana, ia langsung mencari tukang sol sepatu yang
disebut Malaikat dalam mimpinya.
Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa memang ada
tukang sol sepatu yang namanya Sa’id bin Muhafah.
“Ada, di tepi kota” Jawab salah seorang sol sepatu sambil
menunjukkan arahnya.
Sesampai disana ulama itu menemukan tukang sepatu yang
berpakaian lusuh,
“Benarkah anda bernama Sa’id bin Muhafah?” tanya Ulama
itu
“Betul, siapa tuan?”
“Aku Abdullah bin Mubarak”
Said pun terharu, "Bapak adalah ulama terkenal, ada
apa mendatangi saya?”
Sejenak Ulama itu kebingungan, dari mana ia harus memulai
pertanyaanya, akhirnya ia pun menceritakan perihal mimpinya.
“Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah anda perbuat,
sehingga anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur?”
“Wah saya sendiri tidak tahu!”
“Coba ceritakan bagaimana kehidupan anda selama ini.”
Maka Sa’id bin Muhafah bercerita.
“Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar
: " Labbaika Allahumma labbaika. Labbaika la syarika laka labbaika. Innal hamda
wanni’mata laka wal mulka. laa syarikalaka. Ya Allah, aku datang karena
panggilanMu. Tiada sekutu bagiMu. Segala ni’mat dan puji adalah kepunyaanMu dan
kekuasaanMu. Tiada sekutu bagiMu ".
Setiap kali aku mendengar itu, aku selalu menangis..."Ya
Allah aku rindu Mekah. Ya Allah aku rindu melihat Kabah. Ijinkan aku datang...
Ijinkan aku datang ya Allah…."
Oleh karena itu, sejak puluhan tahun yang lalu setiap
hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya, sebagai tukang sol sepatu.
Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350
dirham, cukup untuk saya berhaji.
Saya sudah siap berhaji”
“Tapi anda batal berangkat haji”
“Benar”
“Apa yang terjadi?”
“Istri saya hamil, dan sering ngidam. Waktu saya hendak
berangkat, saat itu dia ngidam berat.
Suamiku, engkau mencium bau masakan yang nikmat ini?
Ya sayang…
Cobalah kau cari, siapa yang masak sehingga baunya nikmat
begini. Mintalah sedikit untukku..
Ikhlas Meringankan Beban Hidup Orang Lain
Ustadz, saya pun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari gubuk yang hampir runtuh. Di situ ada seorang janda dan enam anaknya. Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit. Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya.
Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan : “Tidak boleh tuan”
“Dijual berapa pun akan saya beli”
“Makanan itu tidak dijual, tuan..” katanya sambil
berlinang mata.
Akhirnya saya tanya, kenapa?
Sambil menangis, janda itu berkata “Daging ini halal
untuk kami dan haram untuk tuan” katanya.
Dalam hati saya: Bagaimana ada makanan yang halal untuk
dia, tetapi haram untuk saya, padahal kami sama-sama muslim?
Karena itu saya mendesaknya lagi
Kenapa?
“Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Di rumah tidak
ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian
dagingnya untuk dimasak. Bagi kami, daging ini adalah halal, karena andai kami
tak memakannya, kami akan mati kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini
haram".
Mendengar ucapan tersebut spontan saya menangis.., lalu
saya pulang.
Saya ceritakan kejadian itu pada istriku, dia pun
menangis.
Kami akhirnya memasak makanan dan mendatangi rumah janda
itu.
Ini masakan untukmu.
Uang peruntukan Haji sebesar 350 dirham pun saya berikan
pada mereka.
Pakailah uang ini untukmu sekeluarga. Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi
"...Ya ALLAH… disinilah Hajiku..."
"...Ya ALLAH… disinilah Mekahku...”
Mendengar cerita tersebut, Abdullah bin Mubarak pun tak
bisa menahan air mata.
Saudaraku, ingatlah ...!!
Ada dua hal yang tidak kekal dalam diri manusia!
Yakni : Masa Muda
dan Kekuatan Fisiknya.
1. Apa yang bisa kita ambil hikmahnya dari cerita dan sejarah di atas?? maka ada dua
hal juga yang akan bermanfaat bagi semua orang !
Yakni : Budi Pekerti
yang luhur serta Jiwa yang IKHLAS memaafkan.
2. Ada dua hal pula yang akan mengangkat derajat kemuliaan
manusia!
Yakni : Rendah
hati dan Suka meringankan beban hidup orang lain.
3. Dan ada dua hal yang akan menolak datangnya bencana.
Yakni : Sedekah
serta Menjalin hubungan silaturrahim. [P4/int/https://vt.tiktok.com]