(H. Agus Salim//Wikipedia.com)
PILAREMPAT.com, Jakarta :
Haji Agus Salim adalah seorang jurnalis,
diplomat dan negarawan Indonesia. Salah satu tokoh bangsa ini sempat menjabat
sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia pada 1947-1949.
Dalam buku H. Agus Salim
(1884-1954): Tentang Perang, Jihad dan Pluralisme (2014) karya St Sularto, Agus Salim mendapat
julukan sebagai “The Grand Old Man” karena kepiawaiannya dalam melakukan
perundingan dengan negara-negara Arab serta memimpin delegasi Indonesia di
forum PBB pada 1947.
Agus Salim lahir dengan nama
Masjhoedoelhaq Salim pada 8 Oktober 1884 di Desa Koto Gadang, Bukittinggi. Nama lahirnya, yang berarti “pembela kebenaran”,
diubah menjadi Agus Salim di awal masa kecilnya.
Salim menempuh pendidikan dasar di
Europeesche Lagere School, yang pada saat itu dianggap sebagai hak istimewa
bagi anak non-eropa. Kemudian ia melanjutkan studinya di Hogere Burgerschool di
Batavia, dan lulus dengan skor tertinggi di seluruh Hindia Belanda.
Dilansir dari
arsip Majalah TEMPO edisi 14 Agustus 2013, Agus
Salim sempat gagal mendapatkan beasiswa untuk belajar kedokteran di Belanda.
Bahkan, R.A Kartini berniat menawarkan untuk menunda beasiswanya untuk
dialihkan ke Salim, tetapi itu pun ditolak. Akhirnya, pria bertubuh kecil ini
mengubah halauannya.
Pada 1905, C.S. Hurgronje, seorang admistrator kolonial terkemuka membawa Salim meninggalkan Hindia Belanda untuk bekerja sebagai penerjemah dan sekretaris di konsulat Belanda di Jeddah. Di sana, ia menangani urusan haji.
Karir di Bidang Jurnalisme
Selesai dari
situ, Agus Salim kembali ke Hindia Belanda pada 1911. Ia kemudian mengejar
karier di bidang jurnalisme. Ia menerbitkan karya-karyanya di penerbitan,
seperti Hindia Baroe, Fadjar Asia, dan Moestika.
Salim sempat
menjabat sebagai editor di Neratja, sebuah surat kabar yang
berkaitan dengan Sarekat Islam. Selain itu, ia juga mendirikan sekolah Hollandsche
Indische di kampung halamannya, meski setelah itu ditinggal untuk
kembali ke Jawa.
Salim merupakan
salah satu pendukung paling vokal dari gerakan nasionalis Indonesia yang
berkembang, pada periode yang dikenal sebagai kebangkitan nasional. Ia menjadi
pemimpin terkemuka dalam Syarikat Islam dan dianggap sebagai tangan kanan
pemimpinnya, H.O.S Tjokroaminoto.
Kiprah
Agus Salim
-Tahun 1915, Menjadi
Pengurus Besar Central Sarekat Islam.
- Tahun 1917, Menjadi
wartawan harian Neratja selama setahun, bekerja di Balai
Pustaka hingga 1919, lalu menjadi redaktur Bataiaasch Nieuwsblad.
- Tahun 1921-1924, Menjadi
anggota Volksraad (Dewan Rakyat) sebagai wakil Sarekat Islam.
- Tahun 1927, Bersama H.OS Tjokroaminoto
menerbitkan harian Fadjar Asia, lalu memimpin harian Mustika di
Yogyakarta pada 1931-1932.
- Tahun 1933,
Menjadi Ketua Dewan Partai Sarekat
Islam Indonesia, tetapi tiga tahun kemudian keluar dan mendirikan Partai
Penyadar.
- Tahun 1940-1945, Nonaktif
dari politik dan berdagang arang.
- Tahun 1945, Menjadi
anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
- Tahun 4 April 1947, Ketua
misi diplomatik ke Timur Tengah serta menghadiri Sidang Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
- Tahun 19 Desember 1948, Ditawan
Belanda bersama Sukarno dan Hatta. Diasingkan Berastagi, Parapat, Bangka, dan
baru kembali ke Ibu Kota Yogyakarta pada 6 Juli 1949.
- Tahun 17 Januari 1953, Menjadi
dosen tamu mata kuliah agama Islam di Cornell University, Ithaca, dan
menghadiri Simposium-Kolokium Islam di Princeton University. Kembali ke
Indonesia pada 26 November 1953.
- Tahun 4 November 1954, Wafat pada pukul 14.42 di Rumah
Sakit Umum Jakarta setelah sakit beberapa hari. Ia dimakamkan keesokan harinya
di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Kemudian Tahun 27 Desember 1961, Agus
Salim ditetapkan sebagai Pahlawan
Kemerdekaan. [P4]