JAKARTA, PILAREMPAT.COM | Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat Firdaus optimistis tingkat kepercaayaan publik terhadap hasil kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan kembali pulih khususnya dalam kerangka penanganan wabah COVID-19 yang bermuara pada pemulihan ekonomi.
Tentu
ini dengan sejumlah catatan yang melandasinya. Kerangka pertama, adalah dengan
memfokuskan komunikasi pada satu pintu. Tidak lagi menggunakan banyak pintu,
sehingga pesan dan kebijakan yang ditetapkan Presiden Jokowi sampai dan tidak menimbulkan
kegamangan dan berpotensi memunculkan polemik di masyarakat.
Urusan
data sebaran wabah COVID-19 di daerah hingga jumlah pasien yang terkontaminasi
misalnya, semua bertumpu pada BNPB. Padahal, beban dan tugas BNPB bukan pada
urusan menyebarkan data apalagi informasi. BNPB lebih pada proses penanganan
kebencanan. Meski pun, kini COVID-19 juga masuk dalam urgensi kerja BNPB.
Hingga saat ini, dari seribu lebih media yang tergabung di SMSI, satupun belum ada yang tersentuh. Ini
mungkin karena beratnya tugas BNPB.
Setelah BNPB, tugas yang berat dari sisi komunikasi kini ada di pundak Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Fakta ini begitu kasat mata, jika dilihat dari pola kerja yang dilakukan Menkes Budi Gunadi Sadikin.
Hampir setiap hari, turun ke lapangan melakukan cross check information di daerah, baik yang berkaitan dengan program vaksinasi, hingga pengendalian wabah.
”Lihat
saja urusan penanganan dan informasi sebaran vaksin sampai obat. Semua
informasi tertuju di Kemenkes dan BNPB. Artinya, Kemenkominfo tidak akan mampu
menjawab semua yang dibutuhan publik khususnya soal informasi data,”
tandasnya.
”Jangankan soal data sebaran wabah dan urusan informasi vaksin dan kebijakan yang dikeluarkan Presiden, untuk urusan bagaimana menyampaikan manfaat dari kebijakan PPKM saja, nyaris semua media terfokus pada informasi yang disajikan BNPB atau Kemenkes, bukan Kemenkominfo yang seharusnya bisa menyampaikan pesan ini,” terang Firdaus.
”Silahkan
tanya rekan-rekan media atau pemerhati komunikasi, apa manfaat dari
Kemenkominfo di saat seperti ini. Lalu mengapa demikian? SMSI yakin Presiden
punya catatan sendiri,” jelas Firdaus.
Jika fakta-fakta ini dibiarkan, tentu akan berdampak pada kinerja Presiden Jokowi. Kegamangan di masyarakat terhadap lankah kinerja Presiden tidak terlihat dan dirasakan. Sementara akar persoalan nasional terkait naiknya angka pengangguran, kemiskinan dan buruknya sisi kesehatan terus menjadi ’hantu’ di republik ini.
”Ya,
bukannya membaik tapi semakin buruk. Jika ini dibiarkan berlarut-larut maka
dampaknya terus meluas. Komunikasi dalam penanganan wabah akan terus memburuk.
Publik resah hingga akhirnya, berita-berita negatif begitu deras berselancar di
ponsel masyarakat. Karena pola komunikasi dan informasi tidak searah.
Kemenkominfo tidak bisa memainkan peran strategisnya,” terangnya.
”Pola
kerja dalam menggandeng media dan tokoh publik saja tidak terlihat yang
dilakukan Kemenkominfo. Johnny G. Plate lebih asik bermain sendiri dengan
konsep kerjanya. Jujur saja kami kecewa, Kemenkominfo tidak bisa berbuat banyak
terhadap kondisi saat ini,” tegas Firdaus.
Sebagai serikat media, sambung Firdaus, SMSI hanya mengingatkan, memberikan warning kepada Kemenkominfo untuk lebih lunak dan fleksibel dalam membuat terobosan dalam sisi komunikasi sebagai upaya membantu pemulihan kondisi bangsa.
”Kami berharap Johnny G. Plate sadar dengan kondisi dan fakta-fakta ini. Sadar pula bahwa Kementerian di bawah komandonya belum bisa berbuat banyak, lantaran sisi komunikasi tidak berjalan dengan baik. Mudah-mudahan Presien Jokowi juga bisa memaknai kritik ini sebagai landasan. Satu harapan kami, Indonesia lekas sembuh,” tutup Firdaus.
Senada
disampaikan Pengamat Kebijakan Publik dan kepala Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakar Universitas Prof.Dr. Moestopo (beragama)
Taufiqurokhman.
Dalam penegasannya Taufiqurokhman melihat munculnya hasil Survei LSI terkait trend Presiden Jokowi menurun, sampai di bawah 50 persen karena ternyata pemerintah pusat tidak bisa mengendalikan penyebaran Pandemi Covid-19 di Pulau Jawa Bali dan seluruh Indonesia.
Terkait
adanya permintaan dari masyarakat agar Rapid Test, PCR atau Swab digratiskan
bagi masyarakat hal ini sangat relevan. ”Jangan seperti PPKM Darurat jumlah
testing menurun lantas diklaim sebagai keberhasilan. Sungguh sangat bahaya
mengambil kesimpulan dengan permasalahan yang kurang tepat treatmentnya,”
jelasnya.
Selanjutnya,
Kemenkominfo juga harus menggandeng perguruan tinggi yang masih mendapatkan
kepercayaan tinggi dari masyarakat. Perguruan Tinggi swasta dan negeri harus digandeng
dalam vaksinasi gratis buat mahasiswa fan dosen serta masyarakat sekitarnya.
”Perguruan tinggi porsinya diberikan lebih untuk tampil menyebarkn berita positif atau memberikan penyebar optimisme. Jangan terlampu banyak para politisi yang jelas berkepentingan utk menaikan citra partai atau hanya cari popularitas. Berikan kegiatan-kegiatan posotif pada perguruan tinggi agar mendukung menyebarkan nerita postif atau optimisme,” paparnya.
Menanggapi kondisi saat ini, Praktisi media sekaligis pengamat sosial Dhiman Abror juga angkat bicara. Dikatakannya, dalam perspektif survei dan polling, tingkat kepercayaan terhadap seorang pemimpin yang naik turun adalah fenomena biasa.
”Para
pemimpin dunia pun mengalami fenomena yang sama, ketika dia membuat kebijakan
populer dan membuat senang masyarakat pasti popularitas dan kepercayaan publik
naik. Sebaliknya kalau dia membuat kebijakan yang tidak populer maka
kepercayaan publik akan turun,” jelas mantan Pemimpin Redaksi Jawa Pos ini.
Dikatakan Dhiman, kebijakan PPKM yang diambil Presiden Jokowi kali ini tidak populer di mata masyarakat, selain itu, penanganan pandemi secara umum oleh pemerintah dianggap kurang efektif, karena itu kepercayaan masyarakat pun turun.
Dirinya pun mengkrituisi sikap posisi Kemenkominfo. ”Ya Kemenkominfo tentu tidak bisa bekerja sendirian karena persoalannya kompleks. Tetapi kominfo seharusnya bisa memainkan fungsi yang lebih efektif dalam mendesain dan mengeksekusi komunikasi politik pemerintah. Dalam hal ini masih sangat banyak kelemahan yang ada di kominfo,” ungkapnya.
Dhiman
berharap Kemenkominfo harus lebih bisa merangkul semua elemen masyarakat supaya
komunikasi politik pemerintah lebih efektif. Kominfo bisa lebih mengintensifkan
kerjasama dengan "opinion leader" dan "opinion maker" dari
kalangan masyarakat.
”Kemenkominfo harus berperan optimal dalam menjembatani komunikasi antara atas dan bawah hanya saja kominfo disibukkan dengan mengatasi persoalan hoaks,” tandasnya.
Johnny
G. Plate harus meniru gaya Harmoko untuk menjembatani komunikasi antara
Presiden dengan masyarakat. ”Pada masa Harmoko sangat dikenal komunikasi
efektif Dengan memanfaatkan media. Dalam kondisi sulit seperti ini, agar
seluruh informasi tidak bias, jika kementerian tidak dapat berdiri di tengah,
mungkin agar komunikasi dapat efektif dapat mengoptimalkan komunikasi milik
pemerintah Seperti TVRI dan RRI,” urainya.
Boyke Pribadi yang juga Ketua ICMI orwil Banten, meminta Kemenkominfo untuk membangkitkan modal sosial bangsa menuju fulltrust society, dengan mengurangi blunder-blunder berkomunikasi yang terjadi dan mampu memanfaatkan media media milik pemerintah agar menjadi media yang sangat terpercaya.
”Berikan masyarakat bukti bukan hanya janji. Janji-janji manis sangat tidak diperlukan pada masyarakat dengan kondisilow trust atau bahkan zero trust dengan demikian kita bisa keluar dari kondisi pandemi dengan baik,” timpal Boyke Pribadi.
Dugaan
ketidak-adilan Kemkominfo dalam penyaluran bantuan melalui program Diseminasi
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), mengundang
reaksi keras dari para pengusaha media siber di berbagai daerah.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan atas surat dari SMSI dan konfirmasi dari kementerian. [P4/Rilis]