PILAREMPAT.com-MEDAN
| Akibat meluasnya penyebaran
Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan lebih rendah dibandingkan
sebelumnya. Kondisi tersebut diikuti laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara
(Sumut) yang bergerak melambat lebih dalam.
Hal tersebut disebut Kepala Perwakilan
Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sumut,
Wiwiek Sisto Widayat dalam keterangan persnya /press rilise yang disampaikan, Manager Fungsi Dan Komunikasi BI
Sumut, Fransiska diterima Pilarempat.com, Rabu (15/04/2020).
Dalam skenario mild, Bank
Indonesia memproyeksikan PDB Indonesia berada pada kisaran 4,2 – 4,6% (yoy).
Dalam skenario terburuk, Kemenkeu memproyeksikan PDB Indonesia dapat mencapai
-0,4 dengan seluruh komponen melambat. Konsumsi tumbuh di level sangat rendah,
investasi tumbuh negatif, ekspor dan impor juga terkontraksi cukup dalam.
“Apabila perekonomian Indonesia terkontraksi, maka perekonomian Sumut juga
akan melambat lebih dalam. Pertumbuhan ekonomi diproyeksi lebih rendah
dibanding prakiraan sebelumnya,” kata Wiwiek.
Dijelaskan bahwa seluruh komponen permintaan diprediksi bias ke bawah.
Sementara komponen Lapangan Usaha (LU) utama akan melambat, terutama
perdagangan dan pariwisata.
Dari sisi pengeluaran, seluruh komponen melambat lebih dalam. Perlambatan
terdalam akan dirasakan pada triwulan II 2020 dan akan meningkat pada triwulan
berikutnya seiring dengan fase pemulihan akibat Covid-19.
“Pada kasus Covid-19 perlambatan dirasakan di sektor eksternal maupun domestik,
untuk itu dibutuhkan upaya keras untuk menahan penurunan daya beli masyarakat
melalui program jaring pengaman sosial melalui anggaran pemerintah,”paparnya.
Dari sisi pengeluaran, seluruh komponen melambat lebih dalam, namun
demikian konsumsi pemerintah diperkirakan relatif tetap.
Dampak lainnya dari Covid-19 terhadap perekonomian Sumatera Utara adalah,
nilai transaksi kartu ATM Debet menurun terutama untuk transaksi belanja.
Bahkan nilai transaksi uang elektronik menurun drastis pada komponen belanja.
“Dampak Covid-19 ini, investor terbesar Sumut (10 investor) yang
mendominasi total investasi senilai $363,071 ribu (96 persen), juga terdampak pandemi
Covid-19 sehingga berpotensi mengganggu realisasi investasi/penanaman modal asing (PMA) ke depannya,” sebutnya.
Dari sisi eksternal, volume ekspor dan impor sudah menurun. Sampai
Februari 2020, volume ekspor sudah menurun untuk beberapa negara mitra dagang
utama seperti Tiongkok, Jepang, AS, dan India. Volume impor juga menurun
utamanya dari Tiongkok, AS dan India.
Ekspor komoditas utama sudah terlihat menurun signifikan, terkecuali karet
meningkat disinyalir digunakan untuk pembuatan gloves ditengah pandemi
Covid-19.
Volume ekspor terutama untuk CPO dan barang manufaktur ikut menurun
seiring dengan permintaan global yang menurun (tercermin dari PMI manufaktur
mitra dagang utama).
“Secara sektoral, hampir seluruh lapangan usaha (LU) utama merasakan
penurunan. LU PBE dan Penyediaan Akomodasi Makan Minum merasakan dampak
langsung seiring menurunnya kegiatan pariwisata serta pembatasan aktvitas
masyarakat,” ujarnya.
perekonomian Sumatera Utara LU
penyediaan akomodasi dan transportasi melambat terkonfirmasi pada beberapa
indikator.
Kunjungan wisman mulai terlihat turun sejalan dengan penurunan penumpang
angkutan udara internasional dan tingkat hunian kamar, sementara penumpang
domestik masih meningkat hingga Februari 2020.
Perhotelan Anjlok
Wiwiek juga mengungkapkan, Untuk
tingkat okupansi hotel di Provinsi Sumatera Utara mencatat penurunan tajam pada
periode Maret, menyebabkan okupansi hotel anjlok hingga 80% dari kondisi
normal.
Dampak ekonomi LU, penyediaan Akmamin akibat penurunan produktivitas dan
margin diperkirakan sebesar 0,15% – 0,26% dari baseline penyebaran Covid-19
yang dirasakan mulai Maret menyebabkan Tingkat okupansi hotel anjlok hingga
80%.
“Salah satu Hotel bintang 5 di Medan telah merumahkan 75 persen karyawan
namun dengan status cuti berbayar, sementara tenaga outsourcing sekitar 100
orang telah diberhentikan. Seluruh pelaku usaha pesimis terhadap perkembangan
triwulan II dan menyatakan tingkat okupansi hanya akan normal ketika wabah
Covid-19 berakhir,” ungkapnya.
BI Sumut juga menyebut, dampak Covid-19 terhadap perekonomian Sumatera
Utara LU Industri mulai merasakan kendala logistik dan pasokan bahan penolong
akibat lockdown negara lain. Hal itu juga mulai dirasakan oleh pelaku industri
pengolahan. Kendala yang dihadapi diantaranya keterbatasan logistik dan bahan
baku impor akibat lockdown di negara eksportis/importir.
Lapangan Usaha PBE juga melambat
terindikasi dari penurunan transaksi non tunai. Pelaku usaha mengalami
penurunan omset dan sebagian telah merumahkan karyawan bahkan melakukan PHK.
Dampak ekonomi LU PBE akibat penurunan produktivitas dan margin diperkirakan
sebesar 0.4%-0.7% dari baseline penjualan mengalami penurunan penjualan 40% –
70% (yoy).
Akibat dampak Covid-19 terhadap
Inflasi Maret 2020 itu pula, Sumut mengalami deflasi yang tercatat -0,16%
(mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya yakni tercatat 0,13% (mtm) serta
lebih rendah dari Sumatera dan Nasional.
“Kelompok makanan, minuman, dan
tembakau memberikan andil deflasi paling besar didorong oleh penurunan harga
cabai merah, minyak goreng danangkutan udara,” bebernya.
Diungkap BI Sumut, komoditas
penyumbang inflasi terbesar gula pasir dan emas perhiasan terkait dengan
terbatasnya pasokan akibat keterlambatan impor serta permintaan yang tinggi
pada komoditas emas sebagai aset lindung nilai.
“Sumatera Utara, terdapat komoditas
strategis lain yang masih mengalami defisit antara lain bawang merah, bawang
putih, gula pasir, dan daging ayam yang perlu terus menjadi perhatian karena
membutuhkan supply dari luar,” tandasnya. (P4/rilis/sya)