" Gaya Komunikasi Purbaya "
Belakangan ini, nama Menteri Keuangan RI (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa begitu populer dan fenomenal sehingga menjadi trending topic di kalangan
masyarakat luas. Sejak resmi dilantik menjabat sebagai Menkeu oleh
Presiden Prabowo Subianto, nama Purbaya pun langsung mencuat dan menyita perhatian publik dengan gaya khasnya berbicara di hadapan banyak orang maupun saat diwawancara awak media atau wartawan.
Gaya bicara yang lugas, ceplas-ceplos dan to do point, disebut banyak orang sebagai gaya ‘koboi’ tapi mudah dipahami makna bahasanya, sehingga logis alias masuk di akal dan diterima khalayak dalam segala tingkatan status sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.
Gaya komunikasi yang khas ala Purbaya ini ternyata cukup ampuh dan efektif memancing orang untuk ingin mengetahui lebih banyak tentang hal apa lagi yang mau disampaikan Menkeu Purbaya terkait terobosan kebijakan dan
program kerja yang mampu direalisasikannya. Artinya, bukan cuma ‘omon-omon’ doang
dalam teori belaka.
Dalam konteks Komunikasi Publik, gaya komunikasi ala Purbaya dengan kemampuan dan strategi berbicaranya yang khas itu cukup efektif pengaruhnya dan memiliki power tersendiri. Dalam proses komunikasi publik yang ideal, diantaranya menekankan pada sumber pesan, dimana seseorang bertanggung jawab dalam proses penyampaian informasi kepada penerima pesan atau komunikan. Diartikan juga sebagai kegiatan memahami, merancang, menerapkan, dan mengevaluasi kampanye komunikasi yang berhasil dalam sebuah kerangka kerja untuk melayani kepentingan umum.
Menurut Judy Pearson dan Paul Nelson (2009) mendefinisikan, komunikasi publik
atau public speaking sebagai
proses menggunakan pesan untuk menimbulkan kesamaan makna dalam sebuah situasi
dimana seorang sumber mentransmisikan sebuah pesan ke sejumlah penerima pesan
yang memberikan umpan balik berupa pesan ataupun komunikasi nonverbal dan terkadang berupa tanya jawab.
Artinya, sumber atau
komunikator dalam hal ini Menkeu Purbaya dianggap mampu menyesuaikan pesan yang
dikirimkan kepada penerima pesan yaitu masyarakat dalam rangka mencapai pemahaman yang maksimal, sehingga pesan-pesan dalam hal ini
program-program ataupun kebijakan pebangunan yang disampaikannya ke masyarakat
bukanlah ‘isapan jempol’ semata.
Dalam teori komunikasi publik, gaya komunikasi yang ceplas-ceplos, lugas tapi cukup beretika, itu sah-sah saja dan dapat dilakukan oleh siapa pun. Terpenting adalah efek dari proses komunikasi tersebut mampu memberikan hasil yang positif dan konstruktif, khususnya dalam konteks kinerja dan tanggungjawab seorang menteri dalam program pembangunan yang berpihak kepada ekonomi rakyat kecil.
Gaya komunikasi publik ala Purbaya ini dapat juga kita golongkan ke dalam Teori Sosial Kognitif dan Self-efficacy yang digagas oleh Albert Bandura (1997). Teori sosial kognitif ini menyarankan bahwa self-efficacy dan motivasi untuk menampilkan perilaku tertentu diperlukan bagi perubahan perilaku. Dengan kata lain, seseorang harus yakin bahwa dirinya dapat menampilkan perilaku dalam berbagai macam situasi dan memiliki insentif positif maupun negatif.
Teori Self-efficacy merujuk pada keyakinan individu
terhadap kapasitas dirinya untuk menjalankan perilaku yang diperlukan untuk
menghasilkan pencapaian kinerja yang spesifik.Teori ini mencerminkan
kepercayaan diri pada kemampuan untuk mengerahkan kendali atas motivasi,
perilaku, dan lingkungan sosial seseorang.
Semoga, gaya komunikasi ala Purbaya yang cukup komunikatif, efektif dan transparan itu bisa menjadi inspirasi dalam meningkatkan intraksi sosial kita, baik di lingkungan kemasyarakatan, berorganisasi maupun di lembaga formal dan informal lainnya. (Muhammad Isya, S.Sos, M.I.Kom)
