PILAREMPAT.com - Medan :
Pakar hukum perundang- undangan, DR.Ali Yusran Gea (foto) biasa disapa DR.GEA menyebutkan bahwa kisruh yang terjadi selama persidangan antara Terdakwa Razman Arif Nasution beserta penasehat hukumnya Firdaus Oibowo atas laporan Hotman Paris Hutapea dihadapan majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara tidak dapat dituduh melakukan kejahatan contempt of court dan tidak dapat dipidana.
Dijelaskan DR GEA, sampai pada saat ini belum ada Instrumen hukum dan atau regulasi hukum yang konkrit, sehingga delik contempt of court sulit diterapkan dan tidak ditemukan dalam KUHP dan maupun dalam undang undang sektoral lainnya.
Timbulnya kekisruhan di PN Jakarta Utara pasti ada asbabul nuzulnya atau dapat dilirik dari teori kausalitas (sebab akibat).
Ajaran teori kausalitas di ajarkan mengenai hubungan sebab akibat dan apakah dalam suatu peristiwa ditemukan hubungan antara kesalahan, kesengajaan, dan akibat perbuatan hukum yang dilakukan.
"Oleh karenanya semua pihak harus lebih hati - hati berucap dan mengambil langkah hukum dalam suatu peristiwa tertentu yang dianggap suatu perbuatan melawan hukum sementara belum ada Instrumen hukum yang mengaturnya,"ungkapnya.
Penegakan hukum yang baik harus patuh pada aturan hukum yang konkrit, jangan karena hanya dorongan emosional dan kebencian.
"Kisruh di pengadilan di negeri Jakarta Utara beberapa hari lalu memang sangat kita sesalkan , akan tetapi kisruh tersebut timbul dan diduga karena adanya ketidakadilan majelis hakim dalam memimpin persidangan," ungkapnya.
Semua institusi hukum harus koreksi diri masing - masing agar penegakan hukum lebih adil dan jangan merasa adil dan benar sendiri.
"Kita meminta MA dan Organisasi Advokat agar menahan diri dan melakukan proses hukum dan kode etik sesuai hukum prosedural yang berlaku, " tegas DR.GEA," ujarnya.
Menurutnya, kisruh ini sebagai bahan koreksi institusi dan diri masing masing apakah kita sudah adik dan atau benar dalam menjalankan fungsi - fungsi hukum dengan baik
DR.GEA menambahkan, kisruh yang terjadi adalah sebuah reaksi spontanitas dan sebagai akibat luapan emosional karena ketidakadilan bagi semua pihak yang menghadiri persidangan
"Semestinya juga dalam KUHP baru UU No.1 Tahun 2023 mencantumkan bentuk - bentuk delik di muka pengadilan dan harapan kita kedepan Agar delik penghinaan dan atau peristiwa pidana terkait penghinaan institusi pengadilan dapat dirumuskan, dibuat serta ditetapkan dengan baik," ungkap DR.GEA. [P4/rel]