Kepala Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), M Pintor Nasution mengatakan, saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) bervariasi dari sektor usaha dan jumlah sahamnya cukup banyak.
Hingga pertengahan 2024 ada lebih dari 920 saham yang bisa diperdagangkan. Sementara kebanyakan investor, hanya memiliki sekitar 20 saham dalam portofolionya.
“Lalu bagaimana memilih saham yang sesuai dari jumlah saham yang ada ?. Sebelum memilih saham, ada baiknya seorang investor mengetahui profil risiko masing-masing. Salah satu caranya yaitu dengan mengisi kuesioner profil risiko yang biasanya disediakan oleh perusahaan sekuritas, “katanya dalam siaran persnya yang diterima awak media ini, Jumat (19/07/2024) sore tadi.
Selain itu, bisa juga dengan menjawab pertanyaan yang ada di beberapa laman online. Hasil jawaban akan menyimpulkan tiga tipe atau karakter investor, yaitu agresif, moderat, dan konservatif.
“Jika anda tipe agresif artinya investor mampu menerima risiko yang besar untuk mendapatkan potensi keuntungan yang besar pula. Sementara tipe konservatif berlawanan, yaitu tidak mau menerima risiko yang besar, dan bersedia menerima keuntungan yang minimal, asalkan tidak memiliki risiko kerugian yang bisa menghabiskan modal, “ujarnya.
Kemudian si moderat, yang berada di tengah-tengah antara agresif dan konservatif. Jika sudah mendapatkan informasi tersebut, baru Anda dapat memilih saham yang tercatat di pasar sekunder atau di papan perdagangan BEI. Ada kelompok saham yang dijuluki saham-saham blue chips.
Saham-saham tersebut masuk ke dalam daftar saham indeks LQ45. Indeks saham dibuat untuk mengukur pergerakan harga saham. Sesuai namanya, ada 45 saham yang terdaftar di dalam indeks ini, yang terdiri atas saham-saham blue chips atau yang memiliki kapitalisasi pasar besar, dan dikenal sebagai perusahaan-perusahaan besar.
“Ciri-ciri lain dari saham blue chips adalah harga saham yang relatif mahal dan kenaikan harga saham yang juga stabil, tidak terlalu besar, karena perusahaannya sudah stabil. Saham blue chips cocok untuk investor konservatif dan moderat. Kelemahannya, jika modal terbatas, investor belum tentu bisa membeli saham dalam jumlah banyak karena harga saham sudah mahal, “ungkap Pintor.
Ciri lain dari perusahaan yang memiliki saham blue chips, yaitu sudah memiliki brand yang kuat dan berdiri lama serta secara keuangan perusahaan pun sudah mapan dan stabil. Umumnya perusahaan blue chips membagikan dividen atau keuntungan perusahaan setiap tahun kepada investor.
*Jadi, walaupun volatilitas harga saham rendah, investor masih memiliki potensi keuntungan lain berupa dividen, “sebutnya. Lima saham blue chips yang masuk dalam perhitungan indeks saham LQ45 antara lain, Bank Central Asia Tbk (BBCA), Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), Astra Internasional Indonesia Tbk (AASI), dan Bank Mandiri Tbk (BMRI).
Indeks LQ45 juga terdiri dari saham-saham lain dari perusahaan besar yang sudah teruji kinerja keuangannya selama beberapa dekade.Namun, investor agresif tentunya mengharapkan keuntungan yang jauh lebih tinggi dari kenaikan harga saham-saham blue chips.
Masih dikatakannya, ada kelompok saham yang dikategorikan saham second layer, yaitu saham-saham dari perusahaan menengah atau perusahaan besar tetapi yang berdiri belum terlalu lama.
Saham-saham yang berasal dari perusahaan yang sedang bertumbuh diyakini memiliki potensi yang dapat berkembang besar di masa depan. Saham-saham second layer memiliki ciri-ciri kapitalisasi pasar yang nilainya menengah. Kapitalisasi pasar adalah perkalian antara harga saham dan jumlah saham yang tercatat di BEI.
Lalu, harga sahamnya tidak setinggi saham blue chips, dan volatilitas saham lebih cepat. BEI memiliki indeks saham IDX SMC Composite yang berisi saham-saham dengan kapitalisasi pasar antara Rp 1 triliun sampai Rp 50 triliun.
Lalu dibuat juga indeks saham di kelompok menengah yang likuid atau aktif diperdagangkan, dengan nama.[P4/rel]