"Sangat kecewa lah pokoknya. Sudah mahal, rasanya pun tidak jelas. Kalau tau gini, mending kita tadi beli di luar saja. Di Jalan Amaliun sini pun banyak jual makanan. Jelas lebih murah dan enak," kata salah seorang pengunjung, Taran, Sabtu malam (16/3/2024).
"Kami makan sate. Ketika mau bayar, harganya 25 ribu rupiah. Terkejut kali lah. Kayak kena jebak. Soalnya Sate Madura yang rasanya jelas enak di Jalan Bakti (AR Hakim-red), di sana, harganya 15 ribu," ungkapnya.
Warga Jalan Seksama/M.Nawi Harahap, Simpang Limun Medan yang datang bersama rombongannya itu curiga, bahwa yang jualan di Ramadhan Fair bukan pedagang sungguhan.
"Nggak tau juga kita apa mereka ini pedagang benaran. Masa gak ada rasa dan mahal," pungkasnya.
"Kalau yang di Jalan Amaliun ini kan memang pedagang takjil sejak belasan tahun lalu. Rasanya jelas dan harganya juga wajar sesuai pasar. Bukan seperti di Ramadhan Fair ini. Sudah mahal, entah apa rasanya," ucapnya lagi.
Taran mengaku bahwa ia berpikir positif, bahwa kondisi ini pasti tidak sepengetahuan Wali Kota Medan Bobby Nasution. Termasuk soal seleksi pedagang untuk berjualan di Ramadhan Fair.
"Saya kira kita semua taulah. Pak Bobby membuat Ramadhan Fair ini untuk tujuan baik. Menghidupkan suasana Ramadhan sekaligus menghidupkan UMKM. Tapi apakah bawahan Beliau menjalankan sesuai arahan, kita gak taulah," tutupnya.
Ketika masalah ini coba dikonfirmasi kepada Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan Amsar, hingga berita ini tayang, tidak kunjung merespon.
Beberapa pertanyaan yang wartawan ajukan via WhatsApp (WA) pada Hari Sabtu (16/3/2024) pukul 23.01 WIB hingga Hari MInggu (17/3/2024) pukul 20.03 WIB tidak kunjung ada jawaban.
Chat yang wartawan kirimkan hanya centang dua hitam. Pertanyaan itu antara lain, seperti apa seleksi untuk bisa berjualan? Dan apakah tidak ada standar harga, sehingga bisa jauh lebih mahal dari pada di luar..?!
Sebelumnya, beberapa media juga sudah menayangkan berita yang mempertanyakan seperti apa penentuan pedagang untuk bisa jualan di kegiatan yang menghabiskan anggaran Rp5 miliar lebih itu.
Apalagi beredar juga informasi, kebanyakan yang berjualan di lokasi itu bukan pedagang dari sekitar lokasi. Ada dugaan para pedagang mendapatkan 'tenant' tersebut dengan membayar oknum tertentu.
Masih dikutip dari media-media tadi, ketika hal tersebut ditanyakan dengan Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan Amsar melalui pesan WhatsApp, yang bersangkutan memberikan nomor rekannya di OPD tersebut.
Para wartawan pun mengkonfirmasi ke Eric, yakni orang yang Amsar maksudkan itu. Namun, Eric juga mengaku tidak punya wewenang untuk menjawab masalah itu.
"Sore bang, mohon maaf sebelumnya, saya gak punya kapasitas menjawab pertanyaan ini baqng," jawab Eric. [P4]