Jakarta, PILAREMPAT.com - Surat utang (obligasi) merupakan salah satu efek yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) selain saham, sukuk, Efek Beragun Aset (EBA), dan produk derivatif lainnya. Seperti instrumen investasi lainnya, surat utang bisa menguntungkan tetapi juga memiliki risiko.
Untuk lebih memahaminya, Kepala Kantor Perwakilan Bursa
Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara, Muhammad Pintor Nasution, memberikan
penjelasan secara lengkap.
Obligasi dikategorikan sebagai efek bersifat utang.
Artinya investor yang membeli obligasi baik di pasar perdana (saat perusahaan
pertama kali menerbitkan obligasi), atau di pasar sekunder (saat obligasi sudah
tercatat di BEI), menjadi pihak yang meminjamkan dana kepada perusahaan dalam
jangka waktu yang ditentukan.
Pintor menjelaskan ada dua jenis surat utang di pasar
modal Indonesia berdasarkan penerbitnya, yaitu surat utang yang diterbitkan
negara disebut surat utang
negara (SUN) atau surat berharga negara (SBN) dan surat utang korporasi.
SBN ada berbagai jenis, ada SBN yang diterbitkan dalam
denominasi besar yang dikenal dengan SUN. Ada SUN yang diterbitkan dalam
denominasi yang relatif terjangkau dan dibuat untuk para investor ritel, yang
disebut Obligasi Ritel Indonesia (ORI).
Selain itu, ada juga Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah yang disebut dengan Sukuk Negara.
Ada pula Sukuk Negara Ritel (Sukri) yang diperjualkan untuk investor ritel.
"Jangka waktu penerbitan SUN dan Sukuk
bermacam-macam mulai dari jangka waktu pendek, yaitu tiga tahun, lima tahun, 10
tahun hingga yang terpanjang, yaitu 20 tahun," sebut Pintor, Jumat
(23/2/2024).
SUN yang berupa surat pengakuan utang ini ada yang
diterbitkan dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran
bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlaku
atau jangka waktunya. Ketentuan mengenai SUN diatur dalam Undang Undang Nomor
24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
Sementara itu, Sukuk Negara merupakan surat berharga
negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Ketentuan mengenai SBSN diatur dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang
Surat Berharga Syariah Negara.
"Sukuk adalah Efek Syariah berupa sertifikat atau
bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak terpisahkan
atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas aset yang mendasarinya,"
jelas Pintor.
Selain negara, perusahaan pun bisa menerbitkan surat
utang atau yang lebih dikenal dengan sebutan obligasi korporasi, yaitu obligasi yang
diterbitkan oleh Perusahaan Swasta Nasional termasuk BUMN dan BUMD.
Keuntungan membeli SUN dan obligasi antara lain,
mendapatkan kupon/fee/nisbah secara periodik dari efek bersifat utang yang
dibeli. Pada umumnya tingkat kupon/fee/nisbah berada di atas bunga Bank
Indonesia (BI rate). Kemudian, investor juga akan memperoleh capital
gain dari penjualan efek bersifat utang di pasar sekunder. [P4/sya/rel]