Fluktuasi Saham Vs Ekonomi Politik

/

/ Sabtu, 28 Oktober 2023 / 21.46 WIB

Medan, PILAREMPAT.com – Situasi di dunia internasional dan di dalam negeri belakangan ini sedang memanas.

Mulai dari perang Hamas-Israel, hingga pencalonan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di dalam negeri. Kondisi makro ekonomi dunia dan domestik pun tengah menjadi sorotan, khususnya terkait kebijakan suku bunga acuan The Fed dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Berbagai isu-isu ini membuat pasar saham menjadi sorotan bagi para pelaku pasar. Hal ini dikarenakan fluktuasi harga saham-saham bisa menjadi salahsatu cerminan dari seberapa buruk atau baik situasi ekonomi, politik, keamanan, dan stabilitas. Hal itu diungkapkan Kepada Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Pintor Nasution dalam press releasenya yang diterima awak media ini, Sabtu (28/10/2023)

“Artinya, kenaikan dan penurunan harga saham di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak hanya dipengaruhi kinerja keuangan masing-masing perusahaan atau emiten saham, tetapi juga dipengaruhi situasi eksternal di pasar saham, “terang Pintor.

Dalam teori ekonomi masih dijelaskannya, naik turunnya harga saham merupakan sesuatu yang lumrah karena hal itu digerakkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Dengan terus berkembangnya berbagai isu global dan domestik yang beredar, hal ini menuntut setiap investor untuk perlu memahami lebih detail faktor-faktor eksternal tersebut.

Pertama, kondisi makro ekonomi suatu negara. Faktor ini memiliki dampak langsung terhadap naik dan turunnya harga saham. Sebagai contoh, ketika perekonomian suatu negara tergolong positif, tingkat inflasi yang terkendali, tingkat pengangguran yang rendah, umumnya hal ini juga akan terlihat dari pergerakan kinerja indeks saham suatu negara yang positif. Begitu juga sebaliknya apabila ekonomi suatu negara mengalami resesi, inflasi yang tidka terkendali, tingkat pengangguran yang tinggi.

Selain faktor itu, hubungan antara tingkat suku bunga perbankan dan pergerakan harga saham juga memiliki korelasi . Ketika suku bunga perbankan melejit, harga saham yang diperdagangkan di bursa akan cenderung turun tajam.

Hal ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan, yaitu ketika suku bunga perbankan naik, banyak investor yang mengalihkan investasinya ke instrumen perbankan, seperti deposito. Dengan naiknya suku bunga tersebut bilangnya lagi, investor dapat meraup keuntungan yang lebih banyak. Bagi perusahaan, ketika suku bunga perbankan naik, mereka akan cenderung untuk meminimalisir keuntungan akibat dari meningkatnya beban biaya.

Hal ini terjadi karena sebagian besar perusahaan memiliki utang kepada perbankan. Kedua, fluktuasi kurs rupiah terhadap mata uang asing. Kuat lemahnya kurs rupiah terhadap mata uang asing seringkali menjadi penyebab naik turunnya harga saham di bursa. Secara logika, ini sangat masuk akal.

Konsekuensi dari fluktuasi kurs tersebut bisa berdampak positif ataupun negatif bagi perusahaan-perusahaan tertentu, khususnya yang memiliki beban utang mata uang asing. Perusahaan importir atau perusahaan yang memiliki beban utang mata uang asing akan dirugikan akibat melemahnya kurs.

Sebab hal ini akan berakibat pada meningkatnya biaya operasional dan secara otomatis juga mengakibatkan turunnya harga saham yang ditawarkan. Sebagai contoh kasus adalah melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS sering kali melemahkan harga-harga saham di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 

Ketiga, kebijakan pemerintah yang berpeluang memengaruhi harga saham, baik itu kebijakan yang masih dalam tahap wacana atau sudah terealisasikan. Banyak contoh dari kebijakan Pemerintah yang menimbulkan volatilitas harga saham, seperti kebijakan ekspor impor, kebijakan perseroan, kebijakan utang, kebijakan Penanaman Modal Asing (PMA), dan lain sebagainya. 

Keempat, faktor panik akibat berita-berita tertentu yang memicu kepanikan di salah satu bursa atau saham. Kepanikan ini akan mendorong kecenderungan investor untuk melepas (menjual) sahamnya. Kembali pada hukum permintaan dan penawaran, kondisi ini akan menyebabkan tekanan jual, sehingga harga saham akan mengalami penurunan.

Dalam fenomena panic selling, para investor ingin segera melepas sahamnya tanpa memperdulikan nilai kerugiannya saat itu, karena takut harganya akan semakin jatuh ke depan. Tindakan ini lebih dipicu oleh emosi dan ketakutan dibandingkan dengan melalui analisis yang rasional.  

Kelima, faktor manipulasi pasar juga bisa menjadi penyebab eksternal terhadap fluktuasi harga saham. Manipulasi pasar biasanya dilakukan investor-investor berpengalaman dan bermodal besar dengan memanfaatkan media massa untuk memanipulasi kondisi tertentu demi tujuan mereka, baik menurunkan maupun meningkatkan harga saham.

Hal ini sering disebut dengan istilah rumor. Namun penyebab oleh faktor ini biasanya tidak akan bertahan lama. Hal ini karena fundamental perusahaan yang tercermin di laporan keuangan akan lebih mengambil kendali terhadap tren harga sahamnya.

Dari kelima faktor eksternal ini, diharapkan investor tidak mudah panik jika terjadi fluktuasi harga saham yang bukan disebabkan oleh kinerja fundamental saham perusahaan. Dengan berinvestasi dalam jangka panjang, investor dapat melewati fase gejolak harga saham yang disebabkan faktor eksternal yang cenderung bersifat temporer.

“Pelajari analisa pasar dari para ekonom, pengamat politik, dan analisa lain seputar situasi-situasi yang dapat mempengaruhi pasar modal sebelum mengambil keputusan investasi, “imbuh Pintor Nasution mengakhiri penjelasannya. [P4/rel/sya]

Komentar Anda

Berita Terkini