Kesepakatan Ekspor Rusia Berakhir dan Harga CPO Melambung, Sumut Harus Waspada Ancaman Inflasi

/

/ Rabu, 26 Juli 2023 / 22.57 WIB

Ilustrasi  kelapa sawit (istimewa)
Medan, PILAREMPAT.com : Petani sawit boleh saja berbahagia dengan kenaikan harga CPO belakangan ini. Pada hari ini saja, harga CPO melambung dikisaran 4.088 ringgit per tonnya. Bahkan CPO sempat menyentuh 4.100 ringgit per ton. Kinerja harga CPO yang melambung tentunya akan membuat harga TBS di tingkat petani mengalami kenaikan. 

'Saya menilai harga TBS berpeluang bergerak naik di atas Rp 2.100, dibandingkan dengan harga pada bulan juni yang sempat berada dikisaran 1.700 hingga 2.000 per Kg,' ujar Gunawan, pengamat ekonomi Sumut, dan Ketua Tim Pemantau Harga Pangan Sumut kepada Pilarempat.com, Rabu (26/7/2023)

Menurut Gunawan, pemicu kenaikan harga CPO ini adalah ekspektasi penurunan produktifitas tanaman sawit di dua Negara produsen CPO terbesar yakni Indonesia dan Malaysia. El nino menjadi salah satu pemicu penurunan produksi CPO di tanah air. Disisi lain, keluarnya Rusia dari kesepakatan ekspor biji bijian laut hitam turut menjadi pemicu kenaikan harga CPO itu sendiri.

Keluarnya Rusia dari kesepakatan ekspor biji bijian (gandum, jagung, dll) membuat pesaing CPO yakni kacang kedelai juga turut mengalami kenaikan. Pada dasarnya harga CPO sangat dipegaruhi oleh kinerja harga kedelai dalam pembentukan harga. Dan belakangan ini, harga kedelai juga mengalami kenaikan dari posisi $1.220 per bushel menjadi kisaran $1.500 per bushel.

Djelaskannya, ada kenaikan harga kedelai sebesar 24% dalam kurun waktu dua bulan terakhir. Jika kita membandingkan kinerja harga CPO dengan kedelai, maka pergerakannya tidak jauh berbeda. 

"Sehingga saya menilai korelasi harga CPO dan kedelai ini tidak terlepas dari perkembangan masalah geopolitik yang terjadi di Eropa. Dan kenaikan harga CPO tersebut tentunya menjadi kabar baik bagi Sumut," kata Gunawan yang juga Dosen Fakultas Ekonomi UISU Medan ini..

"Namun yang perlu dikuatirkan adalah potensi kenaikan harga sejumlah kebutuhan pangan lain yang bisa memicu terjadinya inflasi. Karena bukan hanya kedelai saja yang mengalami kenaikan. Harga gandum naik sekitar 9.5% di level $741 per bushel saat ini. Kenaikan harga gandum terjadi setelah kesepakatan ekspor biji bijian Rusia – Ukraina berakhir," jelasnya.

Di periode yang sama, kata Gunawan lagi,  harga jagung juga mengalami kenaikan sekitar 5% di posisi $547 per bushel. Dan kenaikan komoditas pangan selain CPO tersbeut tentunya sangat berpeluang memicu terjadinya kenaikan harga sejumlah kebutuhan pangan masyarakat. Mulai dari telur ayam, daging ayam, mie instan, tepung hingga beras. Jadi ada ancaman inflasi kedepannya.

"Kalau kenaikan harga CPO memberikan lebih banyak keuntungan bagi masyarakat Sumut. Namun berbeda dengan kacang kedelai, jagung dan gandum. Kenaikan komoditas tersebut sangat berpeluang mendorong kenaikan biaya input produksi yang bisa menjadi pemicu kenaikan harga pangan. Bahkan sekalipun jika seandainya jagung dan beras mampu dihasilkan sepenuhnya dari wilayah Sumut," ungkapnya.

Menurut Gunawan, ada banyak produk turunan, maupun ketergantungan industri terhadap sejumlah komoditas impor seperti kedelai. Salah satu yang paling terpengaruh adalah industri pakan ternak. 

Sehingga dampaknya bisa mendorong kenaikan biaya input produksi yang akan mendorong kenaikan harga produksi seperti semua jenis telur, daging sapi, daging ayam hingga produk makanan jadi seperti mie instan. [P4/sya]

Komentar Anda

Berita Terkini