Medan, PILAREMPAT.com - Perintah membayar zakat diwajibkan kepada setiap umat Islam yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari secara layak. Bagi muslim yang tidak mampu mencukupi biaya hidup, mereka tidak wajib membayar zakat, sebaliknya, mereka malah harus diberikan zakat.
Siapa saja orang-orang yang berhak menerima zakat?,
yaitu;
Fakir ialah orang-orang yang
memiliki harta namun sangat sedikit. Orang-orang ini tak memiliki penghasilan
sehingga jarang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan baik.
Miskin
Di atas fakir, ada orang-orang yang disebut miskin. Mereka adalah orang-orang
yang memiliki harta namun juga sangat sedikit. Penghasilannya sehari-hari hanya
cukup untuk memenuhi makan, minum dan tak lebih dari itu.
Amil
Mereka adalah orang-orang yang mengurus zakat mulai dari penerimaan zakat
hingga menyalurkannya kepada orang yang membutuhkan.
Mu'allaf
Orang yang baru masuk Islam atau mu'allaf juga menjadi golongan yang
berhak menerima zakat. Ini bertujuan agar orang-orang semakin mantap meyakini
Islam sebagai agamanya, Allah sebagai tuhan dan Muhammad sebagai
rasulNya.
Riqab / Memerdekakan Budak
Di zaman dahulu, banyak orang yang dijadikan budak oleh saudagar-saudagar kaya.
Inilah, zakat digunakan untuk membayar atau menebus para budak agar mereka
dimerdekakan. Orang-orang yang memerdekakan budak juga berhak menerima zakat.
Gharim (Orang yang Memiliki Hutang)
Gharim merupakan orang yang memiliki hutang. Orang yang memiliki hutang berhak
menerima zakat. Namun, orang-orang yang berhutang untuk kepentingan maksiat seperti
judi dan berhutang demi memulai bisnis lalu bangkrut, hak mereka untuk mendapat
zakat akan gugur.
Fi Sabilillah
Yang dimaksud dengan sabilillah adalah segala sesuatu yang bertujuan untuk
kepentingan di jalan Allah. Misal, pengembang pendidikan, dakwah, kesehatan,
panti asuhan, madrasah diniyah dan masih banyak lagi.
Ibnu Sabil
Ibnu Sabil disebut juga sebagai musaffir atau orang-orang yang sedang melakukan
perjalanan jauh termasuk pekerja dan pelajar di tanah perantauan.
Hanya para mustahiq lah yang berhak dalam menerima
zakat dari para muzakki (orang yang dikenai kewajiban membayar
zakat yang telah mencapai nisab dan haul). Sebab, terdapat ayat Al-Qur’an tentang
orang yang berhak menerima zakat yakni firman Allah SWT:
۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ
وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى
الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ
فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِي
“ Sesungguhnya zakat
itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan
hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang
yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”
Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk mengeluarkan
zakat pun ada alasannya. Apalagi penerima zakat tersebut sudah ditegaskan
langsung dalam QS. At-Taubah (60) tentu ada keutamaannya.
Sebagaimana dalam hadits dijelaskan terkait keutamaan
zakat, yaitu:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: {الزَّكَاةُ قِنْطَرَةُ الْإسْلَامِ}.
Nabi saw. bersabda, “Zakat itu jembatannya
Islam.” (HR. Ath-Thabrani). [P4/indonesiabaik.id]