
Medan,
PILAREMPAT.com -- Harga beberapa kebutuhan pangan pokok
seperti beras, daging ayam dan bawang putih mengalami kenaikan belakangan ini
di kota medan. Sementara untuk minyak goreng, cabai merah, dan cabai rawit
mengalami penurunan.
“Dari pantauan Pusat Informasi Harga Strategis (PIHPS),
kemarin, harga beras kualitas bawah rata rata di kota medan naik 150 rupiah per
Kg. Harga beras kualitas bawah saat ini dijual dikisaran 10.150 hingga 10.350
per Kilogram nya,” ujar Ketua Tim PIHPS, Gunawan Benjamin, M.Si kepada
wartawan, Kamis (16/3/2023).
Lebih rinci, ia menyebutkan, untuk daging ayam saat
ini dijual dikisaran 29.500 per Kg, lebih mahal dibandingkan dengan harga
daging ayam selama Februari akhir yang berada dikisaran 28.500 per Kg. Bahkan
selama bulan maret ini harga daging ayam sempat diperdagangkan dikisaran 31.100
per Kg nya. Dan untuk bawang putih, saat ini dijual dikisaran rata rata 29.800
per Kg. Tren harga bawang putih sendiri mengalami kenaikan sejak September yang
sempat ditransaksikan dikisaran 20 ribu per Kg nya.
Untuk sejumlah harga yang mengalami penurunan yakni
cabai merah yang berada dikisaran 31.200 per Kg. Lebih murah dibandingkan
dengan harga di bulan februari yang pernah menyentuh 44 ribuan per Kg. Untuk
cabai rawit harganya di kota medan turun dari posisi 40 ribu per Kg saat
januari, menjadi 29.200 per Kg saat ini. Dan minyak goreng curah juga mengalami
penurunan dari 15 ribuan per Kg menjadi 14 ribu per Kg belakangan ini.
Untuk kenaikan harga beras, daging ayam dan bawang
putih faktor pemicunya adalah kenaikan harga jual barang tersebut. Yang banyak
dipengaruhi oleh kenaikan biaya input produksi, harga pembelian dari Negara
asal serta fluktuasi nilai tukar rupiah.
Sementara untuk penurunan harga cabai merah dan
cabai rawit ini lebih dipengaruhi oleh produktifitas tanaman cabai yang
meningkat. Sedangkan untuk harga minyak goreng turun dikarenakan sejumlah upaya
pengendalian harga yang dilakukan pemerintah.
“Menjelang Ramadhan ini, permintaan atau demand kerap mengalami kenaikan. Jika
selama ini kita selalu berupaya untuk memenuhi pasokan agar harganya bisa
dikendalikan. Tetapi sebenarnya ada cara lain yang bisa dilakukan dengan
menjaga demand supaya tidak naik. Yakni dengan mengedukasi masyarakat untuk
berperilaku bijak dan hemat,” terang Gunawan yang juga pengamat ekonomi Sumut
ini.
Tren permintaan kerap mengalami kenaikan yang tinggi
saat menjelang perayaan keagamaan, seperti Ramdahan dan Idul Fitri, serta Natal
dan Tahun Baru. Yang menjadi pertanyaan saya selama ini adalah kenapa harus ada
kenaikan. Kenapa kita tidak bisa makan dan minum dalam jumlah yang sama dengan
hari biasa. Dan selalu ada kenaikan konsumsi saat perayaan keagamaan. Dan
sebagai contoh pada hakekatnya puasa justru memang melatih kita untuk menahan
lapar.
Jadi ada budaya yang berkembang dan menjadi
kebiasaan dimana kita lebih banyak menghabiskan uang untuk makan dan minum
selama perayaan keagamaan. Dan saya meyakini bahwa budaya tersebut bukan lahir
dari ajaran agama. Mungkin ada yang berpendapat bahwa dengan banyak konsumsi
maka banyak pelaku usaha yang hidup, dan ekonomi berputar.
“Memang hal tersebut
benar adanya. Tetapi perlu dikaji lagi plus minusnya dengan pola konsumsi
seperti itu. Karena pada dasarnya berhemat akan membuat orang berpeluang
memiliki investasi dan tabungan yang lebih banyak. Dan konsumsi pangan yang
naik dalam waktu yang pendek, ini kerap tidak bisa diimbangi dengan peningkatan
produksi dari petani atau peternak Sehingga inflasi tak terelakkan, dan jika
diakumulasi akan memicu kenaikan bunga acuan, dan bisa memicu penambahan angka
kemiskinan,” ungkap Gunawan. [sya]