Tantangan dan Peluang Perekonomian di Sumut di Masa Pandem

/

/ Jumat, 16 Juli 2021 / 01.01 WIB

     

MEDAN, PILAREMPAT.com | Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan (KPw) Sumatera Utara (Sumut), Soekowardojo menyatakan, ada dua tantangan menghadapi perekonomian di Sumatera Utara.

Pertama yakni masalah kasus Covid-19. Dimana pada kondisi terkini, peningkatan kasus Covid-19 masih menjadi tantangan utama yang harus diwaspadai. Berdasarkan perkembangan kasus Covid-19 di Sumatera Utara kembali meningkat setelah adanya libur panjang. Terpantau ada dua Kab/Kota yang masuk ke dalam risiko tinggi yakni kota Medan dan kota Padangsidimpuan.

“Situasi terkini turut mengindikasikan Sumatera Utara berada pada transmisi komunitas tingkat 3 dengan kapasitas respon pada level terbatas,” kata Soekowardojo dalam sambutan di Webinar 2nd Sumatranomics dengan tema, Menakar Peluang Pemulihan dan Prospek Perekonomian Indonesia serta Regional Sumatera tahun 2021, di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumut, Kamis (15/7/2021).

Tantangan kedua terkait pembangunan kualitas sumber daya manusia di Sumut yang masih lebih rendah dibandingkan IPM Indonesia, sehingga perlu ditingkatkan.

Selanjutnya berdasarkan hasil kajian Asia Competitiveness Institute, competitiveness Sumut menempati peringkat ke-24 dari seluruh provinsi di Indonesia. “Dari peringkat ini tampak bahwa aspek birokrasi, koordinasi pemerintah, dan stakeholder, dan aspek kualitas hidup dan infrastruktur memerlukan perhatian dan perbaikan yg lebih serius,” terang Soekowardojo.

Meski terdapat tantangan yang terus menghantui, akan tetapi masih banyak peluang untuk bangkit atau meningkatkan perekonomian Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Utara.

Menghadapai kondisi pandemi yang belum membaik, Kepala BI Sumut ini menyatakan, dapat melihat peluang pemulihan berdasarkan Lesson Learned selama satu tahun terakhir. “Vaksinasi diharapkan menjadi game changer pemulihan ekonomi dimana diyakini pelaksanaan vaksinasi yang dipercepat dan sosialisasi prokes akan mampu mendorong keyakinan konsumsi masyarakat,” imbuhnya.

Peluang selanjutnya yakni akselerasi harga komoditas. Dimana pada masa pandemi, peningkatan harga komoditas CPO cukup menggembirakan sehingga berdampak pada pertumbuhan di sektor perkebunan.

 “Kedepan, perbaikan ekonomi global 2021 dan 2022 diperkirakan berdampak pada harga komoditas yg tetap tinggi,” sebut Soekowardojo.

Peluang pertumbuhan ekonomi selanjutnya, kata Soekowardojo ada di Wisata Alam. Sebab, berdasarkan hasil travel sentiment toward Sumut 2020, dijelaskan bahwa wisata alam merupakan jenis wisata yang paling diminati selama pandemic Covid-19.

Hal itu menurutnya jadi peluang besar bagi Sumut yang dipersepsikan sebagai daerah yang memiliki wisata alam paling unggul dibandingkan provinsi lainnya.

“Terlebih di Sumatera juga memiliki Danau Toba di Sumut, wisata Bintan di Kep Riau, dan masih banyak lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk menarik wisatawan domestik,” tutur Soekowardojo.

Apalagi, jelas Kepala BI Sumut lagi, memasuki tahun 2021, jumlah proyek investasi baik PMA dan PMDN masih kuat seiring dengan optimisme investor terhadap keberhasilan vaksinasi. Secara nasional, Sumatra Utara menempati peringkat 8 provinsi dengan proyek investasi asing terbesar. “Hal ini menunjukkan besarnya kepercayaan dunia atas iklim dan potensi investasi di Sumatra Utara, walaupun di saat pandemi Covid-19 sekalipun,” jelasnya.

Selain itu, UU Cipta Kerja merupakan salah satu dukungan pemerintah pusat dan daerah yang diharapkan dapat mendorong memperbaiki iklim investasi diberbagai daerah termasuk Sumatera Utara.

Peluang lainnya sejalan dengan tren era digital adalah mendorong digitalisasi system pembayaran di masa pandemi dengan menggunakan QRIS, sehingga diharapkan dapat mendukung percepatan transaksi ekonomi dan keuangan digital Indonesia. Sumatera Utara menempati posisi pertama jumlah merchant QRIS terbesar di kawasan Sumatera.

Di sisi lain, papar Soekowardojo, bauran kebijakan BI melalui keputusan Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan mempertahankan suku bunga kebijakan (BI7DRRR) di angka 3,50% memberikan peluang untuk meningkatkan likuiditas di masyarakat sehingga diharapkan mampu meningkatkan konsumsi.

“Keputusan ini juga diiringi dengan sinergi kebijakan antara Pemerintah dan KSSK untuk mendorong penurunan suku bunga kredit, mendorong pembiayaan terhadap sektor prioritas dan memantau dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap ekonomi Indonesia,” ungkap Soekowardojo.  [P4]

Komentar Anda

Berita Terkini