MEDAN, PILAREMPAT.com | Berdasarkan event analysis, histori inflasi Sumatera Utara (Sumut), dipengaruhi oleh volatile food, khususnya cabai merah. Harga cabai merah menjadi penentu arah inflasi.Sehingga menjadi faktor penting untuk menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga cabai merah sepanjang waktu.
“Realisasi inflasi Sumut tahun 2021 diproyeksikan masih berada pada rentang sasaran nasional 3% ± 1%, dengan potensi bias bawah,” sebut, Soekowardojo, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah (KPw BI) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), pada Rapat Koordinasi Provinsi (Rakorprov) Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Se-Sumut Semester I Tahun 2021 yang digelar secara tatap muka dan virtual, Senin (28/6/2021).
Hal
tersebut, katanya, mengindikasikan daya beli masyarakat berangsur membaik terlihat
dari peningkatan core inflation.
Pemerintah daerah juga perlu memberikan perhatian lebih jika terdapat komoditas yang harganya turun di bawah harga pokok, khususnya jika pasokan melimpah disaat panen raya untuk tetap menjaga kesejahteraan petani.
“Selain itu penyumbang
terbesar lainnya antara lain daging ayam ras, minyak goreng, dan aneka ikan,”
jelas Soekowardojo pada Webinar Rakorprovsu TPID tersebut yang turut dihadiri
langsung Gubsu Edy Rahmayadi, Wakil Sekretaris TPIP Verry Irwan, Bupati Banyuwangi
Ipuk Fiestiandani, Asisten I Pemprovsu Arief, Kadis Pertanian Sumut, BPS Sumut,
Bupati Batubara, Pj Kadis Peternakan Toba, serta pejabat lainnya.
Kepala BI Sumut itu juga menjelaskan, pada Mei 2021, Sumatera
Utara mengalami inflasi. Secara bulanan, gabungan 5 kota IHK di Sumatera Utara
pada Mei tercatat inflasi 0,22% (mtm), meningkat dari periode sebelumnya yang
mencatatkan inflasi sebesar 0,08% (mtm).
“Meski mengalami peningkatan,
realisasi ini masih lebih rendah dari inflasi Nasional yang mencapai 0,32%
(mtm), namun masih di atas inflasi Sumatera sebesar 0,17% (mtm). Di antara 5
Kota IHK Sumatera Utara, Sibolga dan Gunungsitoli mengalami deflasi
masing-masing sebesar -0,30% (mtm) dan -0,29% (mtm),” terangnya.
Secara umum, lanjutnya,
realisasi inflasi Sumut secara bulanan selama periode 2020 dan 2021 lebih
rendah dibandingkan rerata inflasi selama 2018-2020 dampak lemahnya daya beli
masyarakat di tengah tekanan pandemi Covid-19 dan berbagai keterbatasan
aktivitas ekonomi. Dan secara tahunan, tekanan inflasi menurun Inflasi tahunan
Sumut pada Mei 2021 sebesar 1,59% (yoy), menurun dari bulan sebelumnya yang
tercatat 1,80% (yoy).
“Laju inflasi untuk
masing-masing kelompok mengalami penurunan. Realisasi ini lebih rendah dari
rerata 3 tahun terakhir sebesar 2,82% (yoy). Tekanan inflasi utama masih
bersumber dari kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau yaitu minyak goreng,
ikan dencis, dan daging babi. Tren kenaikan CPO global yang masih berlanjut
mendorong apresiasi minyak goreng,” paparnya.
Sementara itu, ikan dencis
masih terpantau naik diprakirakan akibat aktivitas melaut nelayan yang belum
kembali normal usai libur Lebaran. Adapun kenaikan daging babi dipicu oleh
minimnya stok imbas mewabahnya penyakit African Swine Fever (ASF) yang
menyerang populasi ternak babi di daerah sentra Sumatera.
“Meski demikian inflasi bahan
makanan masih terpantau dalam rentang sasaran. Ke depan inflasi 2021 akan lebih
tinggi dari tahun sebelumnya namun masih berada pada rentang target nasional
3%±1% seiring perbaikan ekonomi serta didukung program vaksinasi yang telah
berjalan,” tegasnya.
Faktor-faktor Pendorong Inflasi
Soekowardojo
menerangkan, ada beberapa faktor pendorong inflasi di Sumut. Diantaranya;
peningkatan permintaan masyarakat akibat pemulihan ekonomi pasca implementasi
vaksin dan peningkatan mobilitas masyarakat. Kemudian, harga pesawat udara
diperkirakan mengalami kenaikan sejalan dengan pendistribusian vaksin covid-19.
Selanjutnya, cukai rokok naik
rata-rata 12,5% per 1 Februari 2021, pengurangan subsidi BBM jenis solar dari
Rp1.000 menjadi Rp500. (UU No.9 Tahun 2020 tentang APBN TA 2021), Insentif
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan kebijakan pelonggaran LTV dan DP
kendaraan bermotor per 1 Maret 2021.
Selain itu faktor pendorong
lainnya adalah, potensi terganggunya panen akibat cuaca ekstrim yang berdampak
pada terbatasnya pasokan, aktivitas dunia usaha mulai pulih dengan banyaknya
lapangan kerja yang kembali dibuka serta tunjangan-tunjangan yang kembali
dibayarkan didukung oleh program bantuan sosial Pemerintah yang masih berjalan.
Lalu, Outlook perbaikan ekonomi dan pengerjaan proyek pembangunan infrastruktur
akan meningkatkan harga bahan bangunan.
Sementara untuk faktor penahan
inflasi meliputi; food estate diharapkan dapat menopang ketahanan pangan di
wilayah Sumatera Utara, Membaiknya infrastruktur di berbagai daerah dapat
menurunkan biaya transportasi komoditas pangan sehingga dapat menekan inflasi.
Dimana, pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi target penyaluran
pembiayaan bagi perbankan di tahun 2021. [P4/sya]