Saat ini, umat Islam memasuki bulan
Rajab pada Sabtu, 13 Februari 2021. Salah satu amalan pada bulan Rajab yakni berpuasa Rajab.
Bulan Rajab dalam
kalender Hijriah adalah bulan ketujuh. Bulan ini sangat istimewa karena
terjadinya Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW.
Dalam Al Quran juga
disebutkan keistimewaan bulan Rajab yakni surat At Taubah ayat 36. Pada bulan
Rajab umat Muslim dilarang berbuat zalim.
Bahkan pada zaman Nabi, pada bulan
Rajab dilarang diadakan perang. Bulan-bulan yang diharamkan untuk perang
lainnya yakni Muharram, Dzulqa'dah, dan Zulhijjah.
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ
اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ
وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا
تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا
يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ -
٣٦
"Sesungguhnya jumlah bulan
menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram
(untuk perang). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu
menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin
semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa
Allah beserta orang-orang yang takwa." (QS At Taubah ayat 36).
Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih
putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari
pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut.
Berikut ini niat puasa Rajab:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ فِى
شَهْرِ رَجَبِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى
"Nawaitu sauma ghadin fi syahri rojabi sunatan lillahi ta'alaa, (Artinya:”
Aku berniat puasa sunnah Rajab esok hari karena Allah SWT”.)
Bulan Rajab 2021 akan berakhir pada 14 Maret 2021. Setelahnya adalah bulan
Sya'ban. Kemudian setelah Sya'ban yakni bulan Ramadhan 2021. Muhammadiyah telah
menetapkan 1 Ramadhan 2021 pada 13 April.
Keistimewaan Bulan Rajab Menurut UAH
Muncul
berbagai pandangan tentang perlu atau tidaknya melakukan ibadah-ibadah tertentu
pada bulan ini. Untuk menjawab hal tersebut, Ustaz Adi Hidayat memaparkan dalam
kajian di Masjid An-Nur Tanah Kusir, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Ia menyebut, di masyarakat sering
muncul berbagai pandangan akan perlu atau tidaknya beribadah ini. Sesama
pendukungnya menggunakan hadis atau riwayat tertentu untuk membela argumen
tersebut.
Dalam QS at-Taubah ayat 36 Allah
SWT bersabda, "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12
bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan . Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah
kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum
musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."
"Di antara sekian bulan yang
kita lalui, dari 12 bulan dalam setahun, ada empat bulan yang diistimewakan
oleh Allah SWT. Nah, bulan-bulan ini di luar bulan Ramadhan dan nantinya akan
di rin cikan dalam hadis-hadis Nabi Mu ham m ad SAW," ujar Ustaz Adi.
Empat bulan yang disebut haram
ini disebutkan oleh Rasul dalam hadisnya di khutbah wada, yaitu pesan yang
disampaikan Nabi setelah menyelesaikan hajinya yang terakhir. Rasulullah SAW
memberikan pesan kepada sahabat dan umat-Nya.
Salah satu yang disampaikan Nabi
dalam khutbah ini adalah perihal waktu. Beliau menyebut, waktu ini akan terus
berputar dan tidak akan pernah kembali. Maka, manfaatkan waktu ini untuk ber
amal dan jangan ditinggalkan. Di antara waktu-waktu yang baik, Nabi pun me nye
butkan empat bulan yang istimewa ini.
Bulan-bulan tersebut adalah Dzulqaidah,
Dzulhijah, Muharram, dan Rajab. Bulan Rajab kini
baru memasuki pekan pertamanya. Ada beberapa amalanamalan yang bila dilakukan
dapat membawa pahala.
Sunah yang penting dilakukan saat
Rajab adalah mengevaluasi diri dengan menerapkan dua hal. Ini yang dilakukan
oleh Nabi SAW. "Ada yang menyebut Rajab sebagai bulan introspeksi.
Evaluasi diri dan menilai diri," ucap Ustaz Adi.
Hal pertama, yaitu menjauhi
perbuatan zalim atau maksiat. Maksiat adalah menempatkan sesuatu bukan pada
tempatnya. Ketika zalim menjadi salah, perbuatannya disebut dengan maksiat dan
menimbulkan dosa.
Ustaz Adi menjelaskan, beberapa
ulama dan syekh menyebut jika di bulan Rajab, ketika umat mampu meninggal kan
maksiat, maka perbuatan itu melahir kan pahala berganda dibandingkan
bulan-bulan lainnya. Apabila seseorang itu melakukan maksiat, dosanya juga akan
berganda.
Ia mengajak jamaah yang hadir un
tuk melakukan introspeksi atas perbuatan- perbuatan maksiat yang dilakukan
sehari-hari. Menjauhi maksiat yang mungkin dilakukan dari ujung kepala hingga
ujung kaki. "Biasanya, Allah menciptakan segala sesuatu berlawanan,
berpasangan. Maksiat ada lawannya, taat. Dan, ini biasanya akan saling menjauhi
satu sama lain," lanjutnya.
Ada satu ibadah di mana jika
dilaku kan, otomatis akan menjauhkan dari maksiat dan meningkatkan ketaatan.
Ibadah ini disebut Ustaz Adi adalah puasa. Puasa meningkatkan keamalan dan
ketaatan seorang umat secara bersamaan.
Dalam HR Muslim 1960, disebut,
Nabi sering meningkatkan puasa di bulan-bulan haram ini, termasuk Rajab. Puasa
ini sifatnya sunah dan bertujuan untuk melakukan introspeksi diri.
Dalam hadis itu disebutkan,
"Telah menceritakan kepada kami (Utsman bin Hakim Al Anshari), ia berkata,
'Saya bertanya kepada (Sa'id bin Jubair) mengenai puasa Rajab dan saat itu kami
berada di bulan itu.'Maka ia pun menjawab, 'Saya telah mendengar Ibnu Abbas
berkata, dulu Rasulullah SAW pernah berpuasa hingga kami berkata berkata bahwa
beliau tidak akan berbuka. Dan beliau juga pernah berbuka hingga kami berkata
bahwa beliau tidak akan puasa.'"
Ustaz Adi menyebut, melakukan
ibadah di bulan-bulan haram ini memiliki keistimewaan dalam hal jumlah
pahalanya. Melakukan amalan-amalan baik dan melakukan introspeksi sangat baik
dilakukan bagi seseorang yang mendambakan surga. Karena itu, beribadah saat
Rajab ini ada baiknya dilakukan dengan lebih giat agar mencapai citacita
tersebut.
Menurut Syaikhul Islam
al-Imam al-Hafidz al- 'Iraqi dalam al-Tabshirah wa al- tadzkirah terkait hadits
dha'if yang tidak maudhu' (palsu), maka para ulama sepakat memperbolehkan
mempermudah dalam sanad dan periwayatannya tanpa menjelaskan kedha'ifannya. Ini
berlaku apabila hadist tersebut tidak berkaitan dengan hukum dan akidah,
melainkan berkaitan dengan targhib atau motivasi ibadah dan tarhib
(peringatan). Misalnya nasihat, kisah-kisah, juga fadha'il al-a'mal.
Imam Al-Ghazali dalam
Ihya Ulumiddin menyebut puasa sunah akan lebih kuat jika dilaksanakan pada
hari-hari utama atau al-ayyam al fadhilah. Dalam konteks bulanan dia menyatakan
bahwa Bulan Rajab masuk dalam kategori al-asyhur al-fadhilah di samping
Dzulhijjah, Muharram dan Sya'ban.
Wallahu a'lam bisshowab
(P4/nwy/erd/ndc/rci)