JAKARTA—PILAREMPAT.com | Industri fintech Indonesia diperkirakan akan terus berkembang. Menurut Laporan Annual Member Survey Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) terbaru tahun 2019/2020, pertumbuhan tersebut didukung oleh jumlah penduduk usia kerja yang tinggi, penetrasi internet yang berkembang pesat, termasuk pengguna ponsel dan media sosial, banyaknya kelompok masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan (underbanked dan unbanked) serta lingkungan regulasi yang kondusif dan peningkatan investasi di sektor fintech. Pertumbuhan industri tersebut ditunjukkan oleh semakin banyaknya pemain berlisensi, ragam solusi jasa keuangan yang ditawarkan serta adopsi di pasar.
Ketika pandemi COVID-19 menerpa perekonomian Indonesia, cara
hidup, bekerja, dan bertransaksi masyarakat berubah menjadi lebih digital.
Pembayaran Digital telah membantu lebih banyak pengguna dalam melakukan transaksi
selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sedangkan Pinjaman Online terus
memberikan akses keuangan. Berdasarkan statistik Bank Indonesia (BI),
jumlah instrumen e-Money di Indonesia terus bertambah. Pada bulan April lalu,
jumlahnya instrumen e-Money menyentuh titik tertinggi dan mencapai 412.055.870.
Akumulasi penyaluran pendanaan melalui Pinjaman Online pun terus tumbuh.
Menurut OJK, pada bulan Juni 2020 jumlahnya mencapai Rp113,46 triliun (atau
senilai USD7,6 milyar), naik 153,23% dibandingkan dengan bulan yang sama tahun
lalu.
Transformasi digital akan terus berkembang. Pengguna dan
konsumen fintech pun akan semakin bertambah di tahun-tahun mendatang. Oleh
karena itu, industri harus mengedepankan dan mengembangkan sistem yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk mendorong kepatuhan dan tata kelola yang baik. Hal
ini penting untuk memastikan perlindungan konsumen dan inovasi yang bertanggung
jawab dari penyelenggara fintech di berbagai vertikal. Selain perlindungan
konsumen dan tata kelola yang baik, Laporan Annual Member Survey AFTECH
2019/2020 juga menyoroti potensi fintech dalam mendukung pemulihan ekonomi
nasional, terutama selama masa pandemi.
“Fintech mencuat sebagai salah satu alat untuk menyediakan dan
melayani kebutuhan banyak orang,” kata Ketua Umum AFTECH, Niki Luhur,dalam
relis berita yang diterima PILAREMPAT.com, kemarin.
Dijelaskanya, bahwa menyeimbangkan inovasi dan tata kelola yang
baik tidaklah mudah. AFTECH menyambut baik upaya pemerintah dalam mendorong
inovasi melalui regulasi light-touch dan kebijakan safe
harbor policy. Kami juga mengapresiasi perhatian pemerintah terhadap
perlindungan konsumen dan tata kelola yang baik.
“Kami percaya bahwa kolaborasi yang lebih kuat antara industri
fintech dan pemerintah sangat penting untuk mencapai kondisi keseimbangan ideal
antara pertumbuhan dan tata kelola, yang pada akhirnya akan menciptakan
ekosistem keuangan digital yang bertanggung jawab dan mendukung pemulihan
ekonomi nasional," ungkapnya.
Pertumbuhan vs Tata Kelola
Dengan pergeseran yang tak terhindarkan ke ekonomi digital,
perlindungan konsumen sangatlah penting untuk mengembangkan industri
fintech. Selain memiliki Code-of-Conduct atau Tata
Tertib umum untuk seluruh penyelenggara fintech di bawah grup Inovasi Keuangan
Digital (IKD), AFTECH juga telah menunjuk Komite Etik dan Tata Kelola Independen
untuk mendukung penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang baik di dalam
asosiasi. Selanjutnya, AFTECH akan mengeluarkan standar industri (termasuk
perlindungan data pribadi), pedoman teknis, dan serangkaian Kode Etik khusus
untuk meningkatkan keunggulan daya saing industri dan memastikan
inovasi yang bertanggung jawab dalam ekosistem fintech Indonesia.
Secara keseluruhan, Laporan Annual Member Survey AFTECH
2019/2020 mencatat bahwa kerangka peraturan saat ini tergolong kondusif untuk
inovasi dan lebih dari separuh responden percaya bahwa pemerintah telah
memberikan dukungan investasi yang memadai kepada industri fintech. Di
tahun 2019 ini, pemerintah, termasuk Bank Indonesia, OJK, dan
Kementerian Dalam Negeri RI, telah mengeluarkan serangkaian regulasi
terkait industri fintech. Perkembangan tersebut akan terus berlanjut pada tahun
2020 seiring dengan penyelesaian RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP),
Masterplan Jasa Keuangan Indonesia 2020-2024 (MPJKI), Arsitektur G2P
4.0, dan Masterplan Keuangan Inklusif.
Sementara itu, Ketua Harian AFTECH Mercy Simorangkir menjelaskan
bahwa dukungan di sisi regulasi tetap diperlukan untuk memastikan pertumbuhan
industri fintech yang optimal. Harmonisasi regulasi dan kecepatan proses
perizinan dibutuhkan oleh industri.
“Dari segi infrastruktur utama, e-KYC, open banking API,
dan infrastruktur Cloud sangat penting bagi semua bisnis utama
fintech. Selain regulasi dan infrastruktur utama, hampir semua anggota AFTECH
berpendapat bahwa biaya yang mahal merupakan hambatan utama dalam pengadaan
infrastruktur ini. Oleh karena itu, terdapat kebutuhan yang sangat mendesak
untuk regulasi yang selaras demi menopang penggunaan teknologi di atas.” terang
Mercy.
Saat ini, 51% penduduk dewasa Indonesia belum
tersentuh layanan perbankan (unbanked). Di antara penduduk
yang unbanked, 69% memiliki ponsel, yang membuat mereka
cenderung menggunakan fintech. Dengan penduduk dewasa yang unbanked terbanyak di
dunia setelah China dan India, kehadiran fintech dapat menjadi
solusi untuk mempercepat inklusi keuangan karena fintech
mempermudah akses ke layanan keuangan. [P4/sya/rel]