Ilustrasi Bimbel Online (foto:istimewa) |
Dari sebelumnya bertatap muka (face
to face). Kini dilakukan melalui jaringan dengan menggunakan aplikasi yang
mendukung terciptanya pembelajaran antara guru dengan murid atau
dosen-mahasiswa.
Model belajar seperti ini
boleh dibilang “canggung” buat mahasiswa dan dosen.Meksipun model pembelajaran
baru akibat wabah corona harus dilakukan.
Seperti diungkapkan Dosen Universitas Islam Indonesia (UISU) Medan,
Gunawan Benyamin banyak mahasiswa menilai belajar online ini memiliki sisi positif.
Semua mahasiswa sepakat belajar online sehingga membuat interaksi mereka dengan
orang lain menjadi berkurang.
Rasa was-was keluarga mahasiswa berkurang seiring merebaknya covid-19.
Keuntungan lainnya, mahasiswa bila belajar setiap waktu, kapanpun di manapun
dengan catatan selama terdapat jaringan telekomunikasi.
Nah, belajar online menurut penilaian Benyamin pada dasarnya juga
menghemat pengeluaran mahasiswa. Dari sisi pengeluaran biaya hidup seperti kos,
makan/minum (konsumsi), hingga transportasi dan fleksibilitas waktu.
Begitulah beberapa keuntungan
bagi mahasiswa selama belajar online. Meskipun tetap ada sisi negatif yang
menjadi masalah bagi mahasiswa. Mulai dari banyaknya tugas, infrastruktur
jaringan terbatas hingga masalah kehadiran yang diskriminatif.
Mahasiswa menilai, program belajar online ini cenderung lebih banyak
memberikan tugas dibandingkan pem belajaran. Mahasiswa menilai bahwa belajar
online ini lebih mirip menjadi “tugas online”.
“Karena dosen cenderung memberikan banyak tugas dibandingkan penjelasan
materi yang diajarkan. Selain itu, mahasiswa yang tinggal di wilayah luar
dengan jaringan telekomunikasi seadanya atau bahkan buruk membuat mereka
kesulitan untuk mengikuti belajar cara online,” ungkap Benyamin saat berbicara
kepada Pilarempat.com, Senin (6/4/2020)
Salah satu mahasiswi saya, di Kabupaten Labuhanbatu Utara, katanyauntuk
bisa mengikuti belajar online, dia harus menuju lokasi jauh dari rumahnya baru
dapat sinyal telepon dengan kualitas jaringan 4G.
“Paling tidak sang mahasiswa harus menempuh waktu 30 menit untuk bergerak
ke tempat yang.memiliki sinyal teleponnya. Bahkan tidak jarang sang mahasiswa
harus menetap) di salah satu tempat seperti Warnet (warung internet) seharian,”
ungkap Benyamin.
Aktifitas berlajar ini dilakukan mahasiswa mengingat dosen bisa saja memberikan
materi atau tugas secara dadakan. Bukankah membuat mahasiswa memilih untuk
menunggu (standby) sampai benar-benar pelajaran usai. Kurangnya ketersediaan
infrastruktur ini juga dialami mahasiswa lain termasuk pemadaman listrik.
Risikonya setiap pemadaman
listrik, maka jaringan telepon pun akan lenyap. Sekitar 15 menit setelah aliran
listrik menyala jaringan telepon baru bisa tersambung. Nah, di masa jeda itu
belajar online tengah dilakukan
“Alhasil bukan tidak mau ikut kuliah online, tapi terken dala infrastruktur
tidak merata di setiap wilayah di Sumatera Utara. Lantas mahasiswa dinilai
tidak meng hadiri kegia tan perkuliahan,” kata Benyamin
Bukan hanya itu bagi mahasiswa yang bekerja, belajar cara online juga
membuat pekerjaan mereka terganggu. Tidak sedikit mereka mengeluhkan jam
belajar online itu bertabrakan dengan jam waktu kerja. Selanjutnya yang mereka
juga mengeluh soal perkuliahan di lakukan se cara video conference.
Bayangkan saja, selain membutuhkan sinyal telepon yang valid.Video
conference juga tidak bisa dilakukan dengan kualitas jaringan seadanya. Banyak
mahasiswa menilai kebijakan ini membuat mereka sering disebut tidak mengikuti
perkuliahan.
Benyamin meyebutkan pertimbangan lainnya, video conference ini membuat
beberapa privasi mahasiswa terganggu. Misal mahasiswa yang bekerja, merasa
risih kalau harus melakukan tatap muka dengan video. Karena akan memperlihatkan
aktifitas mahasiswa saat itu.
Itu sebabnya tidak sedikit yang mengeluhkan bahwa belajar online membuat
mahasiswa harus mengeluarkan biaya paket data yang tidak sedikit. Tak jarang
pula harus meminta kepada orang tuanya membelikan HP baru yang bisa mendukung
kegiatan belajar online tersebut.
Secara
keseluruhan, Benyamin mengakui semua ma hasiswa berpendapat bahwa belajar
online ini tidak efektif. Selain, materi disampaikan belum tentu bisa diterima
dengan baik. Pelimpahan tugas banyak, keterbatasan infrastruktur jaringan,
hingga problema biaya menjadi keluhan mahasiswa. . (P4)