Gunawan Benyamin, SE.MSi |
PILAREMPAT.com-Medan : Presiden meluncurkan sejumlah kebijakan
untuk meringankan beban masyarakat akibat penyebaran virus corona atau
covid-19. Seperti kebijakan gratis listrik bagi pengguna 450 VA dan pemotongan
50 persen bagi 900 VA. Selain itu program relaksasi kredit bagi masyarakat
berdampak atau pandemik Covid-19.
“Namun, masyarakat memiliki
harapan besar terhadap kebijakan pemerintah itu dalam menyelesaikan persoalan
kesulitan ekonomi,” kata pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benyamin, di Medan, Senin
(6//4/2020).
Dosen UISU Medan ini menyebutkan,
ide awal merupakan sebuah solusi bagi masyarakat miskin saat berhadapan dengan
tekanan ekonomi seiring penyebaran corona.Tapi sayangnya implementasi di
lapangan tidak semudah seperti dibayangkan.
“Ketika pemerintah memberikan
solusinya, masyarakat memiliki ekspektasi, justru saat eksekusinya malah tidak
seperti diharapkan,” ujar Benyamin seraya mencontohkan masyarakat kembali
mengeluhkan program diskon 50% untuk pengguna listrik 900 VA.
Soalnya masyarakat pengguna
listrik 900 VA yang memiliki kode R1M tidak berhak mendapatkan potongan. Karena
huruf M diterjemahkan sebagai masyarakat berkemampuan. Itu sebabnya kebijakan
presiden ini menuai kontroversi di tengah masyarakat.
“Padahal akibat wabah covid-19
menyebabkan penutupan tempat usaha. Lihat saja masyarakat yang berstatusnya
mampu, kini menjadi tak mampu. Karena pendapatan berkurang atau bahkan kehilangan
pendapatan,” kata Gunawan.
Hal serupa juga terjadi pada
relaksasi pinjaman lembaga keuangan. Meski sejauh ini masyarakat awalnya juga
bereuforia terkait penangguhan pinjaman.
Tetapi realita tidak seindah
seperti diharapkan diawal. Sebab bank atau lembaga keuangan (leasing) yang menentukan
mana usaha layak mendapatkan relaksasi dan mana tidak.
“Berbicara soal bisnis, bank
tetap saja tidak mau rugi.Padahal keinginan Presiden dan masyarakat di sini
tidak sepenuhnya 100 persen langsung dieksekusi oleh industri jasa keuangan,”
ucap Benyamin.
Kebijakan ini juga bisa menuai
kontroversi ditengah masyarakat. Soalnya semua akan bisa dengan mudah mengklaim
bahwa ketidakmampuan membayar cicilan akibat covid -19. Bisa muncul moral
hazard di situ.
“Covid 19 ini bisa membuat
masyarakat mengeneralisir tidak ada satupun usaha saat ini yang tidak berdampak
covid-19. Mulai konglomerat sekalipun
hingga pedagang asongan. Itu belum lagi lembaga keuangan yang statusnya BUMN,”sebutnya.
Ada frasa hukum “merugikan
keuangan negara” bisa menjerat pemangku kebijakan di lembaga keuangan plat
merah itu.Seperti penghapusan tagihan utang debitur. Frasa itu juga bisa
membebani lembaga keuangan kalau seandainya hanya menghapus buku atau write off.
“Sudah pasti lembaga keuangan
akan berpikir rasional supaya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini tidak
menggangu likuiditas perusahaan. Apalagi kalau sampai mengakibatkan lembaga
keuangan itu bangkrut,” pungkas Benyamin. (P4)