Pilarempat.com, Medan - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) DPRD Kota Medan mengungkapkan, bahwa maksud dan tujuan
diajukannya Ranperda Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan adalah guna
terpenuhinya hak-hak administrasi penduduk dalam pelayanan publik serta
memberikan perlindungan yang berkenaan dengan penerbitan dokumen kependudukan
tanpa adanya perlakuan diskriminatif.
Namun berdasarkan
laporan dari masyarakat dan temuan di lapangan, masih sering terjadi pelayanan
administrasi yang tidak profesional dan cenderung diskriminatif di bidang
kependudukan mulai dari tingkat lingkungan, kelurahan, kecamatan termasuk di
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan, khususnya terhadap etnis
Tionghoa.
“Dimana dalam pengurusan
administrasi kependudukan seperti KTP elektronik, kartu keluarga, surat nikah, surat
pindah termasuk dalam pembuatan kartu identitas anak (KIA) sering mendapatkan
pelayanan berbelit-belit dan membutuhkan waktu lama bila tidak disertai dengan
embel-embel uang pelicin atau uang sogok,” sebut Margareth sebagai juru bicara
Rapat paripurna dipimpin Wakil Ketua DPRD Medan Rajudin Sagala, dan dihadiri
Sekda Kota Medan Wiria Alrahman, Senin (20/1/2020)
“Kejadian ini tentu kami
sayangkan masih terjadi di lingkungan Pemerintahan Kota Medan,” ujarnya.
Karena itulah, kata
Margareth dalam kesempatan itu Fraksi PDIP mempertanyakan langkah-langkah dan
tindakan apa yang dilakukan Plt Wali Kota Medan terhadap aparatur pemerintah
yang melakukan tindakan diskriminatif dan yang melakukan pungli tersebut.
Fraksi PDIP Usulkan
Denda Rp1 Juta Bagi Pejabat yang Memperlambat Dokumen Kependudukan
Juru bicara Fraksi PDIP
Margareth menyebutkan, dalam Bab XI Pasal 110 Ranperda Penyelenggara
Administrasi Kependudukan, pejabat pada dinas yang melakukan tindakan
memperlambat pengurusan dokumen kependudukan yang bukan kendala teknis dalam
batas waktu yang ditentukan dalam perundang-undangan dikenakan denda
administrasi sebesar Rp100.000.000,-
Sementara sebelumnya
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pada
pasal 92 ayat 1 disebutkan pejabat instansi pelaksana administrasi yang sengaja
melakukan tindakan yang memperlambat proses pengurusan dokumen kependudukan
dikenakan sanksi berupa denda paling banyak Rp10 juta.
“Karena Ranperda
penyelenggaraan administrasi kependudukan ini adalah merupakan turunan dari
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006, maka fraksi kami meminta supaya denda
administrasi sebagaimana diatur pada Bab XI Pasal 110 dinaikkan menjadi Rp1
juta agar menimbulkan efek jera kepada ejabat yang melakukan pelanggaran,”
sebut Margareth. (P4)