Pakar ITM : Tsunami Aceh Terdahsyat di Dunia, Selama 400 Tahun Terakhir

/

/ Kamis, 03 Januari 2019 / 07.50 WIB



Medan (Pilarempat.com)---Gambaran kasus gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh tahun 2004 selam kurun waktu 400 tahun terakhir ini merupakan bencana alam yang paling dahsyat dan mengakibatkan kerusakan infrastruktur terparah dan menelan jutaan jiwa korban meninggal dunia.

Hal itu dikatakan peneliti dan Pakar Tsunami Institut Teknologi Medan (ITM), Dr Kuswandi, ST MT pada Seminar Umum dan Kebencanaan dan Mitigasi Dalam Teknik yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Sipil Institut Teknologi Medan (HMS-ITM) yang dirangkai dengan Civil Expo dan Dies Natalies ke 27, di kampus jalan Gedung Arca Medan, Senin (17/12/2018).

Seminar tersebut menghadirkan narasumber Dr Benazir ST, M.Eng (Peneliti TDRMC Aceh), Dr A’azokhi Waruwu ST MT (Pakar Geotek ITM) dan Sutrisno ST, MT (Praktisi dan Dosen Infrastruktur ITM), dihadiri Ketua Jurusan Teknik Sipil ITM Ir Husny Msi, Ketua HMS-ITM Charles A F Sidabutar, diikuti seratusan mahasiswa.

Lebih lanjut dikatakan Kuswandi yang juga Ketua Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI) Sumut ini, dibandingkan dengan bencana di Jepang karakteristik guncangan gempa dan tsunaminya tak jauh berbeda dengan Aceh.

Hanya saja, penduduk Jepang sudah siap menghadapi bencana karena sudah mengenal bencana alam seperti gempa dan tsunami. Tapi di Indonesia kelihatanya penduduk Aceh belum siap menerima musibah itu.


Dari kajian penelitian bahwa di Indonesia kepulauannya terbentuk atas tiga lempengan. “ Kita hidup diatas fase itu, karena pergerakan pulau Sulawesi dan pulau Kalimantan di pesisir timur NTT hidup diatas daratan yang terus bergerak. Khususnya dikawasan lempengan akan terjadi gempa tektonik yang merupakan penyebab terjadinya tsunami,” ujarnya.

Sementara dipesisir timur itu kecil kemungkinan terjadi tsunami seperti di Kalimantan, Sulawesi. Kalau terjadi tsunami maka yang hancur terlebih dahulu adalah Malaysia dan bukan terjadi dipesisir timur tersebut.

Menyinggung dampak kebencanaan yang terjadi di Aceh tambah Kuswandi, tsunami menimbulkan gerusan dan gelombang mencapai 3 km, Mentawai hanya 600 meter. Sehingga wajar saja, kerusakan akibat tsunami sudah memporak-porandakan infrasruktur bangunan yang roboh.

Ironisnya, bangunan anti gempa belum bisa menjamin kerusakan infrastrukturnya mengingat tsunami Aceh terjadi diakibatkan erosi air laut dan hancurnya bebatuan di kedalaman dilautan. Apalgi proses terjandinya gempa dan tsunami sangat cepat sekali, sehingga bisa dibayangkan banyaknya objek bangunan yang dihantam kejadian dan ditarik dengan kecepatan tinggi.

“Belum ada yang mampu menganalisitsunami, tapi pasca tsunami barulah peneliti bisa mengetahui, mengingat sampai saat ini belum ada yang mampu mengukur tsunami hanya bisa memetakan gerusan akhir untuk mengetahui setelah tsunami terjadi dan itu bisa terlihat dari kerusakan pondasi bangunan, “jelasnya. [P4/isya]
Komentar Anda

Berita Terkini