JAKARTA,PILAREMPAT.com – Setiap orang pasti memiliki keinginan menjadi orang kaya yang memiliki perusahaan besar. Lebih membanggakan lagi jika memiliki banyak perusahaan. Namun, untuk membangun satu perusahaan saja tidak banyak orang memiliki kemampuan karena membutuhkan modal yang besar dan waktu yang relatif lama untuk membuat perusahaan tersebut bisa menghasilkan keuntungan dan membayar kembali modal yang dikeluarkan.
Ada
cara yang lebih mudah dan modal yang lebih kecil untuk menjadi pemilik
perusahaan besar, yaitu dengan menjadi seorang investor di pasar modal. Seorang
investor di pasar saham, bisa membeli saham perusahaan-perusahaan yang tercatat
di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam jumlah yang fleksibel. Di Indonesia,
transaksi saham difasilitasi oleh BEI.
Hingga akhir April 2022, terdapat
785 perusahaan yang telah resmi tercatat di BEI. Perusahaan-perusahan tercatat
ini biasa disebut dengan emiten.
Dan
menariknya emiten ini terbagi ke dalam berbagai sektor usaha. Ada 11 sektor
usaha, yakni energi, barang baku, perindustrian, barang konsumen primer, barang
konsumen non primer, kesehatan, keuangan, property & real estate,
teknologi, infrastruktur, transportasi & logistik. Investor bisa memilih saham-saham perusahaan
dari sektor mana yang menurut mereka menarik atau dipahami sektor usahanya.
Artinya,
seorang investor berapapun usia mereka, asal sudah memiliki KTP atau kartu
tanda pengenal lainnya, bisa menjadi pemilik lebih dari satu perusahaan di
beberapa sektor usaha. Sehingga di usia muda sudah bisa memiliki banyak
perusahaan melalui pasar modal. Dan
kepemilikan saham, meskipun hanya satu lembar saham, namun tetap memiliki hak
suara serta memiliki hak dalam menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Minimal pembelian saham emiten di BEI sebanyak 1 lot saham atau sebanyak 100
lembar.
Harga
saham di BEI bervariasi mulai dari yang berharga di bawah Rp500 per lembar
saham hingga yang di atas Rp100.000 per lembar saham. Namun, yang perlu
dicermati saat seorang investor memilih saham, bukan berdasarkan murah atau mahalnya harga per
lembar saham, tetapi pada valuasi harga saham tersebut. Cari tahu, apakah harga
saham tersebut ada di atas nilai buku saham perusahaan, atau justru sudah di
atas harga buku saham perusahaan.
Yang
dimaksud harga buku perusahaan atau harga wajar saham, berdasarkan valuasi
nilai perusahaan. Jika harga saham yang ada di BEI di atas harga wajar maka
disebut saham tersebut overvalue
atau sudah terlalu mahal. Sebaliknya, jika harga saham di BEI di bawah harga
wajar saham tersebut berdasarkan data di laporan keuangan perusahaan, maka
disebut saham tersebut undervalue atau di bawah harga wajarnya. Dan
saham-saham yang undervalue ini memiliki potensi untuk naik mengikuti
harga wajarnya. Saham-saham inilah yang memiliki prospek yang baik untuk
dibeli.
Dengan
memiliki beberapa saham dari berbagai jenis sektor usaha, maka investor telah
melakukan diversifikasi risiko. Sehingga jika ada masalah di salah satu sektor
usaha, tidak s semua dana investasinya ikut tergerus penurunan harga saham.
Contoh di masa Pandemi Covid-19, saham-saham di sektor yang ada kaitannya
dengan usaha pariwisata, seperti transportasi & logistik, serta property
& real estate mengalami tekanan karena kinerja keuangan emiten
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh adanya kebijakan dari pemerintah
yang mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang
dilakukan guna menekan penularan Covid-19 di berbagai wilayah. Kebijakan ini
berdampak pada melambatnya mobilitas dan aktivitas ekonomi masyarakat. Hal ini
tercermin dari IHSG yang terkoreksi sebesar 26,55%, kemudian LQ45 yang turun
34,04%, serta indeks sektoral lainnya yang serentak mengalami pelemahan dari
awal bulan Maret hingga 24 Maret 2020. Sebagai informasi 24 Maret 2020
merupakan level terendah IHSG selama pandemi. Sebaliknya, bisnis yang memiliki kaitan dengan kesehatan yakni sektor
kesehatan mengalami pertumbuhan yang positif. Kondisi tersebut sejalan dengan
upaya masyarakat dalam menjaga kesehatan seiring perkembangan pandemi Covid-19
yang semakin meluas.
Selain
merujuk pada sektor usaha, tetap lakukan seleksi dan analisa atas kinerja
perusahaan-perusahaan yang ada di tiap sektor sebelum membeli sahamnya. Karena
di setiap sektor usaha, setiap perusahaan memiliki kompetensi dan kinerja
masing-masing. Lakukan valuasi atas saham perusahaan dan pelajari bidang usaha
serta kekuatan tiap emiten melalui riset-riset yang dibuat perusahaan sekuritas
atau dengan mempelajari langsung laporan keuangan perusahaan.
Jangan
memilih saham karena ikut-ikutan pihak lain yang belum tentu bertanggungjawab. Karena
secara umum dalam berinvestasi, terdapat dua kategori investor. Investor fundamental merupakan individu yang
berinvestasi untuk jangka panjang berdasarkan pertimbangan kinerja dan prospek
masa depan, sedangkan investor teknikal
merupakan individu yang berinvestasi
dengan mencermati naik turunnya harga saham. Investor perlu berhati-hati
dalam meresponi aksi spekulasi yang dilakukan oleh spekulator berdasarkan tren
harga yang terjadi yang kemudian dapat menggiring para investor awam lainnya
sehingga terbawa aksi beli sesaat. Dan pada akhirnya, investor yang terbawa
arus “pompom” alias ikut-ikutan tersebut bisa mengalami kerugian ketika harga
sahamnya jatuh. [P4/TIM BEI]