SEOUL--PILAREMPAT.com | Konferensi Wartawan se-Dunia (World Journalists Conference/WJC) 2020 yang tertunda beberapa bulan karena pandemi virus corona (Covid-19), untuk sementara dilakukan melalui aplikasi Zoom yang dikendalikan dari Pusat Pers Korea, Seoul, 14-16 September 2020.
WJC 2020 diikuti oleh 100 wartawan dari 60 negara dengan agenda
membahas masalah merebaknya berita palsu, pandemi virus corona (Covid-19), dan
strategi penyelesaian perdamaian Semenanjung Korea.
Presiden Asosiasi Wartawan Korea (Journalists Association of
Korea/JAK) Kim Dong-hoon, dan Perdana Menteri Korea Chung Sye-kyun memberikan
sambutan selamat melakukan konferensi pada acara pembukaan.
“Walaupun kami hanya bertemu lewat online, saya berharap kita
semua dapat bertukar pendapat dan memberi rekomendasi dalam kesempatan
berdiskusi tentang masalah-masalah global,” kata Kim Dong-hoon.
Perdana Menteri Chung Sye-kyun mengatakan, berita palsu merupakan
ancaman nyata terhadap kehidupan manusia. Dia mengutip sebuah jurnal ternama
yang terbit di Amerika Serikat bahwa informasi yang salah mengenai Covid-19
mengakibatkan sekitar 800 orang meninggal dan 5.800 orang dirawat di rumah
sakit.
“Saya yakin, ini menunjukkan betapa penting informasi yang benar
bagi kita. Karena itu konferensi ini penting. Izinkan saya memberi hormat
kepada semua wartawan dari seluruh dunia yang ikut dalam acara ini,” kata
Chung.
Dalam WJC ini, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat mengirim
dua delegasi. Mereka adalah Sekretaris Tetap Konfederasi Wartawan ASEAN Bob
Iskandar, dan Direktur Kesejahteraan dan Pengabdian Masyarakat PWI Pusat
Mohammad Nasir sebagai pembicara sekaligus peserta.
Dalam konferensi hari pertama, Senin (14/9),
Mohammad Nasir diberi kesempatan menyampaikan makalahnya berjudul “Purifying
Contaminated Information from Fake News”.
Mohammad Nasir, wartawan Harian Kompas (1989- 2018) itu menyoroti
merebaknya berita palsu yang mengalir melalui sosial media yang kadang-kadang
menembus newsroom media pers yang seharusnya bisa membentengi diri dengan
kompetensi yang dimiliki para wartawannya.
Menurut Nasir, Dewan Pers Indonesia telah bekerja keras bersama
para konstituennya dan perusahaan media untuk memerangi berita palsu. Upaya
yang telah dilakukan bersama dengan cara memperkuat kompetensi wartawan melalui
pendidikan dan latihan pers dan uji kompetensi wartawan.
Dewan Pers juga telah mengeluarkan regulasi tentang panduan media
siber, kode etik jurnalistik, dan bahkan sudah ada undang-undang pers nomor 40
tahun 1999.
“Di dalam hukum pers dan peraturan-peraturan itu terdapat banyak
pasal yang melarang adanya berita palsu. Kalau wartawan itu kompeten, mereka
tahu mana informasi palsu,” tuturnya.
Dengan kompetensi pula, wartawan tidak akan salah memperoleh
informasi baik dalam berwawancara maupun pengamatan lapangan. Mereka juga akan
tahu sambungan informasi yang salah, antara teks, foto, judul, dan isi berita,
serta statistik tidak saling mendukung.
“Penyampaian informasi yang tidak terkait, tidak nyambung ini juga
bagian dari fake news,” tuturnya. [P4/rel/sya]