Kepala BI Perwakilan Provinsi Sumut, Wiwiek Sisto Widayat (Foto:P4/Isya)
|
“Hal ini terindikasi oleh penurunan
indeks keyakinan konsumen dan penurunan penghasilan saat ini dibandingkan enam bulan
yang lalu,” ujar Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Sumatera Utara
(Sumut), Wiwiek Sisto Widayat dalam Webinar (Seminar Online) bertajuk “Sumut
Menghadapi New
Normal” Tinjauan Aspek Kesehatan, Sosial dan Ekonomi, yang dipandu oleh moderator Dr.Rudianto, M.Si (WR III UMSU), Selasa (2/6/2020).
Dalam skenario mild, ungkap
Wiwek, meluasnya dampak Covid-19 diprakirakan mendorong perlambatan
perekonomian Sumut menjadi berada dikisaran 4,3% - 4,7% year on year/yoy) melambat
0,8% dari
baseline dalam skenario sedang. Dengan perkembangan terkini, dimana pertumbuhan
dunia diperkirakan tumbuh 0,9% (yoy) (BI) serta Tiongkok tumbuh hanya 2.3% (World Bank), perekonomian
Sumut berpotensi melambat lebih dalam pada kisaran 2,2 – 2,6% (yoy) dalam
skenario berat. Dalam kondisi sangat berat, ekonomi sumut dapat turun hingga
1,2 – 1,6% (yoy).
"Kinerja seluruh lapangan usaha diperkirakan akan menurun akibat Covid-19 pada triwulan II 2020. Perlambatan terdalam diharapkan hanya terjadi pada triwulan II dan akan rebound pada triwulan III dan IV dengan aktivitas new normal,” sebutnya.
Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi (Foto:P4/isya)
"Meluasnya Covid-19 berdampak pada melambatnya beberapa sektor/lapangan usaha, terutama penyediaan akomodasi dan mamin, PBE, transportasi dan konstruksi. Dari sisi penggunaan, penurunan dipengaruhi oleh kontraksi dari sisi eksternal serta perlambatan domestic demand. Untuk menopang pertumbuhan ekonomi pada masa pandemi pada kisaran 3 persen saja diperkirakan perlu anggaran mencapai Rp 5 triliun, “ terang Wiwiek dalam pemaparannya yang diikuti Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi serta narasumber Prof Dr Tamsil Syaifuddin, SP P(K) dan Prof Dr Wan Syaifuddin, MA, PhD.
Kemudian langkah keduanya yakni refocusing
APBD ditujukan untuk mendorong industri padat karya. Di mana masih
dikatakannya, dari ketersediaan anggaran yang dapat dialokasikan Pemerintah
Provinsi, masih dibutuhkan Rp 2,3 – 3,5 triliun untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi Sumut di atas skenario berat.
Untuk itu, dana yang tersedia tidak terbatas hanya
digunakan untuk Bantuan sosial (Bansos). Namun juga dapat digunakan untuk
menopang roda perekonomian melalui sektor-sektor padat karya seperti industri
tekstil, industri barang dari kayu dan penyediaan makan minum (Mamin).
Sejalan dengan hal tersebut, jumlah tenaga kerja yang terdampak sebagian besar berada pada sektor akomodasi makan-minum, perdagangan, jasa, transportasi, dan industri pengolahan yang berprofesi sebagai tenaga administrasi, pekerja harian lepas dan pramusaji.
Kemudian masih dikatakannya lagi,
Penguatan sektor riil dan UMKM. “Pada masa dan pasca pandemi berakhir, sejumlah
sektor diyakini akan mengalami pertumbuhan yang signifikan antara lain
pariwisata, makan-minum, e-commerce, hiburan dan industri. Momentum tersebut
perlu dioptimalkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Namun demikian, ekonomi
juga perlu ditopang pada masa pandemi agar perlambatan yang terjadi tidak
terlalu signifikan, “ungkapnya.
Fluktuasi Harga Tinggi
Moderator, Dr.Rudianto,M.Si (WR III UMSU). (Foto:P4/isya)
Fluktuasi Harga Tinggi
Selanjutnya, dalam memulai new
normal, kata Wiwiek, juga diperlukan adanya Penguatan Ketahanan Pangan. Dalam hal
ini, sebagian komoditas surplus juga memiliki fluktuasi harga tinggi.
“Beberapa komoditi strategis memiliki fluktuasi harga yang tinggi (>10 persen) mencerminkan stabilitas harga yang tidak terkendali seperti Cabai Merah, Cabai Rawit, Bawang Putih dan Gula Pasir (Tahun 2020). Meski sebagian komoditas tersebut mengalami surplus produksi dan pada beberapa waktu tidak memiliki andil inflasi yang besar. Namun fluktuasi harga berpotensi menyebabkan kerugian dari sisi produsen dan konsumen. Untuk itu diperlukan pasokan yang tersedia sepanjang waktu dan distribusi yang optimal, “ papar Wiwek.
“Beberapa komoditi strategis memiliki fluktuasi harga yang tinggi (>10 persen) mencerminkan stabilitas harga yang tidak terkendali seperti Cabai Merah, Cabai Rawit, Bawang Putih dan Gula Pasir (Tahun 2020). Meski sebagian komoditas tersebut mengalami surplus produksi dan pada beberapa waktu tidak memiliki andil inflasi yang besar. Namun fluktuasi harga berpotensi menyebabkan kerugian dari sisi produsen dan konsumen. Untuk itu diperlukan pasokan yang tersedia sepanjang waktu dan distribusi yang optimal, “ papar Wiwek.
Diungkapnya lagi, penguatan dan pemberdayaan BUMD
juga perlu terus dioptimalkan untuk penguatan ketahanan pangan. Di mana, harga
yang sangat rendah menyebabkan petani enggan menanam dan/atau tidak melakukan Good Agricultural
Practices dengan baik, sehingga produksi terbatas. Merespon hal
tersebut, pemerintah dapat melakukan inovasi terutama untuk memastikan
ketersediaan pasokan pangan yang defisit dan memiliki volatilitas harga tinggi.
Respon kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui
jalur BUMD Pangan yang sedang dikembangkan saat ini. BUMD Pangan nantinya akan
memastikan ketersediaan pangan pokok dan komoditas strategis dalam 3 bulan ke
depan. Kegiatan perdagangan antar-daerah yang telah dilakukan PD. Aneka
industri dan jasa perlu terus dilakukan terutama untuk memasok komoditas
yang defisit. (P4/isya)