Kepala OJK KR 5 Sumbagut, Yusup Ansori (foto;Isya) |
Berdasarkan dengan Peraturan OJK
No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan
Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19), debitur yang
mendapat perlakuan khusus restrukturisasi adalah yang terdampak penyebaran
virus Covid-19 baik langsung maupun tidak langsung.
“Hanya debitur yang terdampak
pandemi Covid-19 yang mendapat restrukturisasi tersebut. Tentunya akan
dianalisis oleh masing-masing bank atas debitur tersebut,” kata Kepala Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 5 Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), Yusup
Ansori, Jumat (24/4/2020).
Yusup mengatakan,
berdasarkan data yang disampaikan Industri Jasa Keuangan (IJK) bank atau
perusahaan pembiayaan, kebijakan relaksasi di Sumatera Utara sudah berjalan
dengan baik.
“Relaksasi tersebut sudah
berjalan dengan baik. Namun memang untuk prosesnya bagi bank dan IJK non bank
perlu waktu untuk menganalisis aplikasi yang masuk bersamaan dalam jumlah yang
banyak,” ungkap Yusuf.
Disebutkannya, untuk mendapatkan relaksasi tersebut, debitur
terlebih dahulu harus mengajukan permohonan relaksasi kepada bank atau IJK non
bank terkait. Baru kemudian akan dianalisis untuk mendapatkan persetujuan.
“Debitur harus mengajukan ke
bank atau IJK non bank terlebih dahulu kemudian dianalisis oleh bank. Sehingga
diharapkan masyarakat yang sudah mengajukan aplikasi restrukturisasi
pinjamannya perlu bersabar dan tetap komunikasi dengan bank dan IJK non bank
terkait,” ujarYusup.
Yusup menyebutkan,
berdasarkan data per 16 April 2020, debitur yang terdampak Covid-19 di Sumut
sebanyak 205.483 debitur dengan total outstanding Rp21.207 miliar. Dari jumlah
tersebut baru 36.716 debitur (Rp4.764 M) yang mengajukan permohonan relaksasi
dan 19.017 disetujui (Rp1.898 M).
“Data tersebut akan bergerak
terus dan selalu kita update atas dasar laporan Industri Jasa Keuangan baik
bank maupun non bank di Sumut,” sebut Yusup lagi.
Dari jumlah yang terdampak
tersebut dan mengajukan restrukturisasi sebagian besar debitur bank umum
sekitar 18.861 debitur, disusul lembaga pembiayaan (leasing) 17.656, dan DPR
202 debitur. Sedangkan yang disetujui oleh bank umum sebanyak 11.304 debitur,
Leasing 7.705 debitur dan BPR 8 debitur.
Dari 205.483 debitur yang
terdampak Covid-19 sebagian besar didominasi debitur UMKM sebanyak 133.854
debitur dengan outstanding Rp13.897 miliar. Sedangkan non UMKM banyak 71.629
debitur dengan outstanding Rp7.310 miliar. Dari jumlah tersebut yang disetujui,
UMKM sebanyak 12.792 debitur (Rp1.605 M) dan Non UMKM 6.225 debitur (Rp293 M).
Tidak
Sesuai Harapan Masyarakat
Menyikapi hal tersebut, pengamat
ekonomi Sumut Gunawan Benjamin menyebutkan, kebijakan relaksasi yang diminta
Presiden, di tataran teknis tidak seperti yang diharapkan. Kebijakan yang
diminta Presiden tersebut memunculkan dispute, antara harapan masyarakat dengan
realisasinya di lapangan.
Karena menurutnya, tetap saja
lembaga keuangan juga tidak mau mengalami kerugian dengan mengikuti anjuran
pemerintah tersebut.
“Artinya, masyarakat yang
mencerna arahan Presiden tersebut, ternyata tidak bisa berharap 100% dari apa
yang menjadi keinginan Presiden. Dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat,”
ujar Gunawan.
Menurutnya, lembaga keuangan
dalam konteks ini juga tidak mau sekonyong-konyong mengikuti arahan Presiden
dengan memberikan relaksasi selama satu tahun. Dengan relaksasi seperti itu, dikuatirkan
lembaga keuangan tidak akan diuntungkan.
“Presiden dalam konteks ini
menginginkan agar beban masyarakat berkurang dengan diberikan keringanan
relaksasi/restrukturisasi pinjaman. Dan Presiden saat ngomong seperti itu,
mungkin tanpa dibarengi hitung-hitungan ekonomi untung ruginya,” ungkap
Gunawan yang juga dosen UISU ini. (P4/wsp)