(foto: Dakta.com) |
“Di saat prospek ekonomi kian suram,
emas berpeluang menjadi instrumen sebagai alat lindung nilai,” kata Gunawan
Benyamin,SE,MSi, pengamat ekonomi menjawab Pilarempat.com, di Medan, Sabtu (18/4/2020).
Tak heran,dalam satu hari
perdagangan emas dunia sempat meroket hingga menyentuh level 1.731 dolar AS per
ons troynya. Namun kondisi tersebut tidak bertahan lama, diduga aksi profit
taking mewarnai pergerakan harga emas. Itu terjadi setelah IMF memberikan pema
paran kemungkinan prediksi ekonomi global memburuk.
Tak tanggung, IMF awal tahun
sempat memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3.3%. Namun, saat ini
justru merubah ekspektasinya menjadi turun 3%. Jika skenario tersebut terjadi,
banyak negara membutuhkan talangan dana dari IMF sebagai jalan keluar.
“Jika dana tersebut mengalir,
maka pasar keuangan dunia akan dibanjiri US Dolar.Karena US Dolar memiliki
peredaran besar, membuat mata uang Paman Sam itu menjadi kurang menarik,” ujar
Benyamin.
Menurutnya, itu lah sebabnya safe haven saat ini masih dipegang oleh
emas dan US Dolar. Jika salah satunya mengalami penurunan, maka potensi lain
akan mengalami kenaikan. Begitu hukum ekonominya sejauh ini.
Jika dikonversi ke rupiah,
pada dasarnya harga emas dunia tidak jauh berbeda dari harga sepekan sebe lum
nya. Harga emas saat ini berada di kisaran 865 ribu per gram. Justru lebih
kecil dibandingkan harga emas dalam rupiah di pekan lalu di level Rp 880 ribu
per gram. Penguatan nilai tukar rupiah saat ini menjadi pemicu me nurunnya
harga emas murni lokal. Rupiah sempat di Rp 16 ribuan, saat ini Rp15.600
an/dolar AS.
“Tetapi apakah masyarakat
berani membeli emas saat ini?. Saya yakin masyarakat berpikir banyak sebelum
memutuskannya. Perkembangan Covid 19 mulai mereda, sehingga berpeluang menekan
harga emas. Disisi lain, IMF justru memiliki skenario terburuk kalau dunia akan
depresi besar,”ungkap Benyamin yang dosen fakultas ekonomi UISU ini, seraya
memprediksikan emas masih berpeluang menguat. (P4/sya)