PILAREMPAT.COM,MEDAN | Perusahaan
Gas Negara Tbk (PGN) menegaskan tetap berkomitmen terhadap pengembangan
infrastruktur gas dan utilisasi domestik di tengah tantangan bisnis hilir gas
bumi, kondisi perekonomian nasional dan global khususnya disektor regulasi, dan
peningkatan peran gas bumi di dalam ketahanan energi nasional.
Sekretaris Perusahaan PT PGN
Tbk, Rachmat Hutama dalam siaran persnya diterima Jumat (01/11/2019) menyebutkan,
sehubungan dengan surat Menteri ESDM mengenai penundaan penyesuaian harga gas
PT PGN Tbk untuk pelanggan Komersial Industri, PGN meyakini gas bumi masih
menjadi salah satu sumber energi yang paling efisien di Indonesia.
Di kawasan Asia, harga gas
yang disalurkan PGN juga masih sangat kompetitif dan sesuai dengan koridor
regulasi yang ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM no 58 tahun
2017 dan disesuaikan melalui Peraturan Menteri ESDM no 14 tahun 2019.
Rencana penyesuaian harga gas
bumi sudah dipertimbangkan secara matang sejak 7 tahun terakhir, dimana PGN
demi mendukung daya saing dan pertumbuhan ekonomi nasional memutuskan tidak
melakukan penyesuaian dalam rentang waktu tersebut untuk mendukung penuh
kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah dan peningkatan pemanfaatan gas bumi
nasional.
Namun disisi lain, PGN
menyadari bahwa insentif kepada konsumen diseluruh sector ini tidak dapat
dipertahankan terus menerus, dikarenakan PGN mempunyai tanggung jawab untuk
memperluas pemanfaatan gas bumi yang membutuhkan pembangunan infrastruktur yang
massif dimana sejalan dengan semangat energi berkeadilan, PGN berupaya keras
untuk membangun infrasruktur-infrastruktur gas bumi yang menjangkau
wilayah-wilayah ekonomi baru untuk pertumbuhan ekonomi nasional khususnya
tantangan di wilayah Timur Indonesia dan kondisi geografis Indonesia.
Sejalan juga dengan potensi
cadangan minyak dan gas ke depan yang didominasi oleh cadangan gas bumi, untuk
itu perlu pembangunan infrastruktur pipa dan non pipa agar utilisasi gas
domestic dapat terjadi dan dapat menekan secara signifikan defisit neraca migas
sesuai dengan arahan Presiden beberapa waktu lalu.
Ditambah dengan tanggungjawab
sebagai agen development dalam peningkatan akses gas bumi melalui jaringan gas
bumi (jargas) untuk rumah tangga yang ditargetkan tumbuh sampai angka 4,7 juta
sambungan rumah tangga dari kondisi eksisting sejumlah 500 ribu yang tentunya
memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Rachmat menegaskan, sejak
tahun 2013 PGN tidak pernah menaikkan harga gas kepada konsumen industri.
Sementara biaya pengadaan gas, biaya operasional dan kurs dolar AS terus meningkat.
Secara akumulasi, sejak 2013 hingga saat ini kurs dolar AS telah mengalami
kenaikan hingga 50 persen.
Biaya pengadaan gas selama ini
menggunakan patokan dolar AS. Bukti PGN berkomitmen untuk tidak membebani
keuangan negara juga terwujud dengan kegiatan bisnis hilir yang dilakoni PGN
adalah kegiatan bisnis migas bebas subsidi.
“Dengan beban biaya yang terus
meningkat tentunya ruang bagi PGN untuk mengembangkan infrastruktur gas bumi
menjadi makin terbatas dikarenakan sebagian besar pembangunannya adalah
menggunakan dana internal. Sementara banyak sentra-sentra industri baru,
seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur dan di Kawasan – Kawasan ekonomi baru banyak
yang belum terjamah gas bumi,” tegas Rachmat.
Berdasarkan data sejumlah
lembaga energi terkemuka seperti Woodmack (2018) dan Morgan Stanley (2016),
harga gas bumi kepada sektor industri di Indonesia jauh lebih rendah
dibandingkan harga di Singapura dan Cina. Di Singapura konsumen industrinya
membeli gas berkisar USD 12,5 – USD 14,5 per MMBtu. Sementara industri di Cina
harus membayar lebih mahal lagi yaitu mencapai USD 15 per MMBtu.
Hingga saat ini, sebagai
subholding gas bumi, PGN telah membangun jaringan gas hingga lebih dari 10 ribu
kilometer. Panjang pipa gas PGN ini hampir dua kali lipat dibandingkan jaringan
gas milik Malaysia dan Thailand, serta 4 kali lipat lebih panjang daripada
jaringan gas di Singapura. Sedangkan di Cina jaringan pipa yang terbangun
mencapai lebih dari 40 ribu kilometer.
Dari fakta dan data di atas,
biaya pengelolaan kegiatan hilir Indonesia masih bersaing dibanding
negara-negara di Asia Tenggara. Rentang biaya distribusi dan niaga di Indonesia
berkisar 2,8 – 4 USD/MMBTU. Bandingkan dengan negara Malaysia, Singapura,
Thailand dengan rentang biaya hilir sebesar 2,8 – 3 USD/MMBTU dengan panjang
pipa setengah dari yang dimiliki Indonesia dengan segala tantangan wilayah
geografis yang didominasi kepulauan.
Menurut Rachmat, semakin
panjang jaringan pipa yang dikelola oleh suatu badan usaha, maka biaya
pengelolaan dan perawatannya menjadi besar. Dan setiap tahun biaya dua komponen
itu juga terus naik. Rencana penyesuaian harga gas yang akan dilakukan oleh
PGN, lanjutnya, juga sudah dikaji secara matang dengan memperhitungkan banyak
aspek. Termasuk dari sisi kemampuan konsumen industri sendiri.
Untuk menjaga daya saing
industry dan kepentingan konsumen, Kementerian ESDM juga telah mengeluarkan
paket kebijakan dan perubahan tata kelola gas bumi yang cukup mewadahi semua
kepentingan dari hulu sampai ke hilir melalui Permen ESDM 58 /2017 dan Permen
04/2018.
Semuanya bermuara pada
transparansi dan rasionalisasi termasuk upaya menjaga sustainability penyediaan
gas bumi domestik untuk seluruh kepentingan masyarakat dan pengembangan
infrastruktur gas bumi ke seluruh wilayah di Indonesia.
Sebagai pionir pemanfaatan gas
dan pembangunan infrastruktur gas bumi, PGN selama ini juga telah mengambil
banyak risiko. Baik risiko pasokan maupun pasar yang cenderung fluktuatif dan
tidak pasti. Sebagai agregator, untuk memastikan ketersediaan gas, PGN juga telah
membangun terminal LNG di beberapa lokasi untuk meregasifikasi LNG yang berasal
dari berbagai sumber.
“Perluasan pemanfaatan gas
bumi merupakan tanggungjawab bersama. Apalagi kita punya tanggungjawab bersama
untuk menjaga ketahanan energi nasional dan melayani kebutuhan gas bumi secara
berkeadilan dalam jangka panjang,” ujar Rachmat. [P4/ril/sya]